BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindroma steven jhonson merupakan gangguan kulit yang berpotensial fatal dan kebanyakan ...
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sindroma steven jhonson merupakan gangguan
kulit yang berpotensial fatal dan kebanyakan terjadi eritenma multiforme
(Smeltzer, 2008, hlm.1972). Sindroma Steven Johnson terjadi 1 sampai 7 kasus
per 1 juta penduduk dunia setiap tahun. Sindroma ini dapat terjadi pada setiap
ras, bahkan juga dapat terjadi pada anjing, kucing, dan kera. Angka kematian
Sindroma Steven Johnson, yaitu sekitar 15 % (Gustiawan, 2010, http://sabdaspace.com,
diunduh tgl 20 Oktober 2011)
Sindroma Steven Johnson jarang terjadi.
Di indonesia kejadian Sindroma Steven Johnson adalah kasus yang langka dan
hanya 1 dari 2000 orang yang menkonsumsi antibiotik penissilin yang terkena
Sindroma Steven Johnson. Berdasarkan data yang didapat dari bagian medical
record RSUD Dr Soedarso Pontianak, jumlah penderita Sindroma Steven Johnson dari
bulan januari sampai april 2010 tidak ada, namun penderita yang mengalami
penyakit kulit dari bulan Januari sampai April 2010 sebanyak 32 orang yang
berjenis kelamin laki-laki 71,86 % dan perempuan 28,14 %. (Masdin, 2010, http://pajjakadoi.co.id,
diunduh tgl 20 Oktober 2011).
Dari
masalah di atas, keterlibatan tim kesehatan
lah yang bisa dianggap mampu
memberikan solusi dari masalah tersebut dan untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan
kerjasama antara tiap tim kesehatan. Perawat merupakan bagian dari tim kesehatan
yang memiliki lebih banyak kesempatan untuk melakukan intervensi kepada pasien,
sehingga fungsi dan peran perawat dapat dimaksimalkan dalam memberikan asuhan
keperwatan terhadap penderita seperti memenuhi kebutuhan dasar dan meningkatkan
kesehatan fisik, perawat juga dapat melakukan pendekatan spiritual, psikologis
dan mengaplikasikan fungsi edukatornya dengan memberikan penyuluhan kesehatan
terhadap penderita sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan pengetahuan
penderita dan keluarga yang nantinya diharapkan dapat meminimalisir resiko
maupun komplikasi yang
mungkin muncul dari Syndrom Steven Johnson tersebut. Dalam
penyusunan makalah ini, penyusun mengharapkan seorang perawat dapat melakukan
asuhan keperawatan secara komprehensif berdasarkan teori yang telah diterima
dan kebutuhan dari pemulihan kondisi pasien. Perawat sebagai salah satu
pelaksana asuhan keperawatan yang akan memberikan pelayanan kesehatan untuk
mencegah terjadinya komplikasi yang akan muncul pada klien.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan
penyusunan makalah ini adalah untuk :
1. Memberi gambaran dan ilmu pengetahuan tentang konsep
dasar penyakit steven johnson
2. Agar mahasiswa dapat menyusun asuhan keperawatan pada
pasien dengan penyakit steven johnson dengan baik dan benar
C.
Metode
Penulisan
Metode
penulisan pada makalah ini dengan metode deskriptif dan melalui pengumpulan
literatur dari berbagai sumber. Dalam penyampaian ini kami menggunakan metode
presentasi supaya para audience dapat dengan mudah mencerna materi ini.
D.
Sistematika
Penulisan
Sistematika
penulisan pada makalah ini yaitu :
Bab
I : Pendahuluan yang
terdiri dari latar belakang, tujuan, metode penulisan
dan sistematika Penulisan.
Bab II : Tinjauan Teoritis terdiri dari Anatomi Fisiologi Sistem
Imun (Definisi Sistem Imun, Mekanisme Pertahanan Sistem Imun, Stadium Respon
Imun dan Faktor yang mempengaruhi Fungsi Respon Imun), Konsep Dasar Penyakit
Steven Johnson (Pengertian, etiologi, tanda dan gejala, prognosis penyakit, patofisiologi, pemeriksaan penunjang, komplikasi
dan penatalaksanaan), dan Asuhan Keperawatan Steven Johnson (Pengkajian,
Diagnosa Keperawatan, Rencana Asuhan Keperawatan dan Evaluasi).
BAB III: Penutup terdiri
dari Kesimpulan dan Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.
Anatomi
Sistem Imun
Sistem Imun
adalah sistem pertahanan manusia sebagai perlindungan terhadap infeksi dari makromolekul
asing atau serangan organisme, termasuk virus, bakteri, protozoa dan parasit.
Sistem kekebalan juga berperan dalam perlawanan terhadap protein tubuh dan molekul
lain seperti yang terjadi pada autoimunitas, dan melawan sel yang teraberasi
menjadi tumor.
Sistem kekebalan atau sistem imun adalah
sistem perlindungan pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ
khusus pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem
ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta
menghancurkan sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Jika sistem kekebalan
melemah, kemampuannya melindungi tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen,
termasuk virus yang menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang dalam tubuh.
Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan terhadap sel tumor, dan
terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena
beberapa jenis kanker.
B.
Fisiologi
Sistem imun
1.
Mekanisme Pertahanan Sistem Imun
Ketika tubuh diserang atau diinvasi oleh
bakteri atau virus atai mikroorganisme patogen lainnya, maka ada 3 macam cara
yang dilakukan tubuh untuk mempertahankan dirinya sendiri. Ketiga cara tersebut
adalah sebagai berikut :
a. Respon
Imun Fagositik, meliputi sel-sel darah putih (granulosit dan makrofag) yang dapat
memakan partikel-partikel asing. Sel-sel ini bergerak ketempat serangan dan
kemudian menelan serta menghancurkan mikroorganisme penyerang tersebut.
b. Respon
Humoral, yang kadang-kadang bekerja sebagai antibodi. Mulai bekerja dengan
terbentuknya limfosit yang dapat mengubah dirinya menjadi sel-sel plasma yang
menghasilkan antibodi. Antibodi ini merupakan protein yang sangat spesifik yang
diangkut dalam aliran darah dan memilki kemampuan untuk melumpuhkan
penyerangnya.
c. Respon
Imun Seluler, juga melibatkan limfosit disamping mengubah dirinya menjadi sel
plasma, juga dapat mengubah sel menjadi sel-sel T sitotoksik khusus yang dapat
menyerang mikroorganisme patogen itu sendiri. (Smeltzer,2002. Hlm. 1690).
2. Stadium
Respon Imun
Ada empat stadium yang batasnya jelas
dalam suatu respon imun, keempat stadium ini adalah : stadium pengenalan,
proliferasi, respon dan efektor. Yang akan disampaikan disini adalah tinjauan
keempat stadium ini, yang diikuti dengan uraian tentang imunitas humoral,
imunitas seluler, dan sistem komplemen (Smeltzer, 2002. Hlm: 1691-1694)
a. Stadium
Pengenalan
Dasar setiap reaksi imun adalah
pengenalan (recognition) yang
merupakan tahap yang pertama dan paling penting. Tahap atau stadium ini
merupakan kemempuan dari sistem imunitas untuk mengenali antigen sebagai unsur
yang asing atau bukan bagian dari dirinya sendiri dan dengan demikian merupakan
kejadian pendahulu dari sistem imun.
Surveilans
oleh Nodus Limfatikus dan Limfosit. Tubuh akan melaksanakan
tugas pengenalan atau recognition dengan
menggunakan nodus limfatikus dan limfosit sebagai pengawas (surveilans).
Limfosit
Bersirkulasi. Ada limfosit yang terdapat dalam nodus
limfatikus sendiri dan ada pula limfosit yang beredar dalam darah. Jumlah
limfosit dalam tubuh menambah massa sel dengan jumlah yang mengesankan.
Sebagian limfosit yang beredar dapat bertahan hidup selama sepuluh tahun.
Sebagian dari sel yang berukuran kecil
dan bersifat keras ini akan mempertahankan sirkuit soliternya sepanjang hidup
orang tersebut.
b. Stadium
Proliferasi
Limfosit yang beredar dan mengandung
pesan antigenik akan kembali ke nodus limfatikus terdekat. Begitu berada
didalam nodus limfatikus, limfosit telah disensitisasi akan menstimulasi
sebagian limfosit nonaktif (dormant)
yang menghuni nodus tersebut untuk membesar, membelah diri, mengadakan
proliferasi, dan berdiferensiasi menjadi limfosit T atau B. Pembesaran nodus
limfatikus dalam leher yang menyertai sakit leher merupakan salah astu contoh
dari respon imun.
c. Stadium
Respons
Dalam stadium respons, imun yang sudah
berubah akan berfungsi dengan cara humoral dan seluler.
Respons
Humoral Inisial. Produksi antibodi oleh limfosit B sebagai
reaksi terhadap suatu antigen spesifik akan memulai respons humoral. Humoral
mengacu kepada kenyataan bahwa antibodi dilepas kedalam aliran darah dan dengan
demikian akan berdiam didalam plasma atau fraksi darah yang berupa cairan.
Respons
Seluler Inisial. Limfosit yang sudah disensitisasi dan
kembali ke nodus limfatikus akan bermigrasi kedaerah nodus limfatikus (yang
bukan daerah yang mengandung limfosit
yang sudah diprogram untuk menjadi sel-sel plasma) tempat sel-sel tersebut
menstimulasi limfosit yang berada dalam nodus ini untuk menjadi sel-sel yang
kan menyerang langsung mikroba dan bukan menyerangnya lewat kerja antibodi.
d. Stadium
Efektor
Dalam stadium efektor, antibodi dari
respons humoral atau sel T sitotoksik dari respons seluler akan menjangkau
antigen dan terangkai dengan antigen tersebut pada permukaan objek yang asing.
3. Faktor
yang mempengaruhi Fungsi Sistem Imun
Seperti halnya sistem imun yang lain,
sistem imun akan berfungsi pada taraf yang dikehendaki menurut fungsi sistem
tubuh yang lain dan faktor-faktor yang ada hubungannya seperti usia, jenis
kelamin, nutrisi, penyakit, serta berbagai pengaruh dari luar (Smeltzer, 2002.
Hlm.1698-1700).
a.
Usia
Orang yang berada pada kedua ujung
rentang usia akan lebih besar kemungkinannya untuk menghadapi masalah yang
berkaitan dengan pelaksanaan fungsi sistem imun ketimbang orang-orang yang
berusia ditengah rentang tersebut.
Penurunan fungsi berbagai sistem organ
yang berkaitan dengan pertambahan usia juga turut menimbulkan gangguan
imunitas.
b.
Jenis Kelamin
Kemampuan
hormon-hormon seks untuk memodulasi imunitas telah diketahui dengan baik. Ada
bukti yang menunjukkan bahwa estrogen memodulasi aktivitas limfosit T
(khususnya sel-sel supresor) sementara androgen berfungsi untuk mempertahankan
produksi interleukin-2 (IL-2) dan aktivitas sel supresor. Estrogen cenderung
menggalakkan imunitas (immunoenhancing)
sedangkan androgen bersifat imunosupresif.
c.
Nutrisi
Nutrisi yang adekuat sangat esensial
untuk mencapai fungsi sistem imun yang optimal. Gangguan fungsi imun disebabkan
oleh defesiensi protein kalori dapat terjadi akibat kekurangan vitamin yang
diperlukan untuk sintesis DNA dan protein. Vitamin juga membantu dalam
pengaturan proliferasi sel dan maturasi sel-sel imun.
d.
Faktor Psikoneuro-imunologik
Bukti dari hasil observasi klinik dan
berbagai penelitian pada manusia serta hewan menunjukkan bahwa respon imun
secara parsial diatur dan dimodulasi oleh pengaruh neuroendokrin (Terr,1991).
Dilain pihak, proses imun ternyata dapat
mempengaruhi fungsi neural dan endokrin, termasuk prilaku. Jadai interaksi
sistem saraf dan sistem imun tampaknya bersifat dua arah.
e.
Obat-obatan
Obat-obatan tertentu dapat menyebabkan
perubahan yang dikehendaki maupun yang tidak dikehendaki pada fungsi sistem
imun. Ada empat klasifikasi obat utama yang memilki potensi untuk menyebabkan
imunosupresi : antibiotik, kortikosteroid, obat anti inflamasi nonsteroid
(NSAID) dan preparat sitotoksik.
C.
Konsep
Dasar Penyakit Steven Johnson
1. Pengertian
sindrom steven jhonson
Sindroma
Steven Johnson adalah penyakit kulit akut berat, terdiri dari erupsi kulit,
kelainan mukosa dan lesi pada mata (Siregar, 2005,hlm.141).
Sindroma
Steven Johnson adalah gangguan kulit yang berpotensial fatal dan kebanyakan
terjadi eritenma multiforme (Smeltzer, 2008, hlm.1972).
Sindroma Steven Johnson (SSJ) adalah
penyakit kulit yang berpotensi menyebabkan kematian dan sebagian besar
disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap obat. Sindroma Steven Johnson
juga bisa disebabkan infeksi (biasanya infeksi virus), penyakit keganasan,
radiasi, dan idiopatik. (Gustiawan, 2010, http://sabdaspace.com, diunduh tgl 20
Oktober 2011)
Kesimpulan dari pengertian diatas, bahwa
Sindroma Steven Johnson merupakan gangguan kulit dengan tanda eritema, vesikel
atau bula, kelainan mukosa dan lesi pada mata yang berakibat fatal bagi
penderitanya.
2. Etiologi
Etiologi yang pasti belum diketahui,
salah satu penyebabnya adalah alergi obat secara sistemik, diantaranya
penicillin dan semisintetiknya, streptomisin, sulfonamide, tetrasiklin dan
antipiretik / analgetik. Selain itu dapat diakibatkan infeksi bakteri, virus,
jamur, parasit, neoplasma, pasca vaksinasi, radiasi, dan makanan. (Hudak &
Gallo, 2010. Hlm: 601)
3. Tanda
dan gejala
Sindroma Steven Johnson ini umunya
terdapat pada anak dan dewasa, jarang dijumpai pada usia 3 tahun kebawah.
Keadaan umumnya bervariasi dari baik sampai buruk sampai kesadarannya spoor dan
koma. Berawal dari penyakit akut dapat disertai gejala prodromal berupa demam
tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan. Trias Steven
Johnson (Hudak & Gallo, 2010. Hlm: 601) adalah :
a. Kelainan
kulit berupa eritema, vesikel, dan bula yang kemudian memecah sehingga terjadi
erosi yang luas. Purpura dapat terjadi dan prognosisnya menjadi lebih buruk.
Pada keadaan berat kelainannya generalisata.
b. Kelainan
selaput lendir orifisium, yang tersering ialah mukosa mulut (100%), orifisium
genitalia eksterna (50 %), lubang hidung
(8%), dan anus (4%).
c. Kelainan
mata (80%) yang tersering konjungtivitis kataralis. Dapat terjadi
konjungtivitis purulen, perdarahan, simblefaron, ulkus kornea, iritis dan
iridosiklitis.
Selain kelainan tersebut dapat terjadi
kelainan lain, misalnya nefritis dan onikolisis.
4. Patofisiologi
Menurut Ignatavicius, Workman (2008,
hlm.1614), Syndrom Steven Johnson disebabkan karena adanya trauma dan kelainan
neurologis yang akan mengakibatkan gangguan syaraf pernafasan dan otot
pernafasan sehingga menyebabkan peningkatan permeabilitas membran alveolar
kapiler. Karena gangguan tersebut dapat menyebabkan adanya dua macam gangguan
yaitu yang pertama yaitu apithelium alveolar yang menyebabkan penumpukan cairan
alveoli sehingga terjadi edema pulmo sehingga penurunan comlain paru, cairan
surfaktan menurun dan mengakibatkan gangguan pengembangan paru sehingga terjadi
ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang dengan penyakit hipoksemia dan
hiperkpnia denga melakukan tindakan primer tetapi menyababkan dampak ventilasi
mekanik seperti resiko infeksi dan resiko cedera. Sedangkan gangguan yang kedua
adalah yaitu gangguan endothelium
kapiler dengan cairan masuk keintestinal sehingga peningkatan tahanan nafas dan
kehilangan fungsi silia saluran pernafasan dan bersihan jalan nafas tidak
efektif.
5. Komplikasi
Menurut mansjoer, A (2000,hlm.137)
komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan Sindrom Steven Johnson yaitu
bronkopneumonia, sepsis, kehilangan cairan atau darah, gangguan keseimbangan
atau elektrolit, syok, dan kebutaan karena gangguan lakrimasi.
6. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
Menurut
Siregar (2005, hlm.141) menjelaskan penatalaksanaan klien dengan Sindrom Steven
Johnson sebagai berikut :
1) Umum
:
a) Mengembalikan
keseimbangan cairan dan elektrolit dengan pemberian cairan intravena
b) Jika
penderita koma, lakukan tindakan darurat terhadap keseimbangan O2 dan
CO2.
2) Khusus
sistemik
a) Kortikosteroid
dosis tinggi, Prednisone 80-200 mg (live
saving) secara perenteral / per oral, kemudian turunkan perlahan-lahan
b) Pada
kasus berat diberi Deksametason IV, dosis 4x5 mg selama 3-10 hari. Jika keadaan
umum membaik, penderita dapat menelan, maka obat diganti dengan Prednisone
(dosis ekivalen). Pada kasus ringan diberikan Prednisone 4x5 mg-4x20 mg/ hari,
dosis diturunkan secara bertahap jika telah terjadi penyembuhan
c) Pengobatan
lain : ACTH( (Sintetik) 1 mg, Obat Anabolic, KCL ( Kalium Klorida) 3x500 mg Antibiotic,
Obat Hemostatik (Adona) dan Antihistamin.
3) Topikal
a) Vesikel
dan bula yang belum pecah diberi bedak salisil 2%
b) Kelainan
yang basah dikompres dengan asam salisil 1%
c) Kelainan
mulut yang berat diberikan kompres asam borat 3%
d) Konjungtivitis
diberi salep mata yang mengandung antibiotic dan kortikosteroid.
(Siregar,
1996; hal, 164)
7. Prognosis
penyakit
Tes SCORTEN adalah tes untuk menskoring
derajat keparahan Sindroma Steven Johnson. Perhitungan dilakukan dalam 24 jam
untuk memprediksi kematian. Adanya penampakan dari tiap hal dibawah ini
mendapat skor 1, dan jumlah dari poin-poin inilah yang dinamakan angka SCORTEN
dengan maksimum skor 7. Penampakan yang diukur : umur lebih dari 40 tahun,
adanya keganasan, nadi lebih dari 120 kali per menit, kadar glukosa lebih dari
252 mEq/L5, luas permukaan tubuh yang terkena lebih dari 10 % (Gustiawan, 2010,
http://sabdaspace.com,
akses tgl 20 Oktober 2010).
Menurut Siregar, RS (2005, hlm.142)
prognosis umumnya baik, dapat sembuh secara sempurna bergantung pada perawatan
dan cepatnya mendapat terapi yang tepat. Jika terdapat purpura, prognosisnya
lebih buruk, angka kematian lebih kurang 5-15 % karena purpura dapat
menyebabkan pendarahan kecil didalam kulit, membran mukosa, atau permukaan
serosa tetapi dapat menyebabkan terjadinya lesi bercorak anular atau
serpiginosa dan biasanya terjadi setelah penyakit menular yang ditandai dengan
gejala demam, anemia, dan pendarahan kulit simetris yang timbul mendadak serta cepat meluas pada ekstrimitas bawah,
sring ditandai dengan ganggren dan trombosis intravaskuler yang luas.
BAB
III
ASUHAN
KEPERAWATAN KLIEN DENGAN
GANGGUAN
SISTEM IMUN DAN HEMATOLOGI
SINDROM
STEVEN JHONSON
Asuhan
keperawatan klien dengan Sindroma Steven Johnson secara teoritis :
A.
Pengkajian
Menurut Smeltzer (2008, hlm. 1975)
pengkajian pasien dengan Sindrom Steven Johnson diantaranya melakukan
pangkajian fisik dengan penekanan khusus pada manifestasi kulit terhadap :
1. Adanya
eritema, area kemerahan yang disebabkan oleh peningkatan jumlah darah yang
teroksigenasi pada vaskularisasi dermal
2. Adanya
area yang melepuh dan perkembangannya ditubuh
3. Pengeluaran
cairan pada bulla (lepuhan) baik jumlah, warna dan bau
4. Pada
area mulut adakah terdapatnya bula atau lepuhan dan lesi arosive serta adanya
rasa gatal, rasa terbakar dan kekeringan dimata.
5. Kemampuan
klien dalam menelan dan minum serta berbicara secara nornal juga ditentukan
6. TTV
dan perhatian khusus terhadap adanya demam, pernafasan yang cepat, dalam,
ritme, dan batuk
7. Karakteristik
dan banyaknya sekret dalam rongga pernafasan diobservasi
8. Pengkajian
terhadap adanya demam tinggi, dan adanya takikardi dan kelemahan yang
berlebihan serta fatigue sering muncul mengingat faktor-faktor tersebut
merupakan proses nikrosis epidermal, peningkatan metabolisme, dan kemungkinan
adanya pengelupasan mukosa pada gastrointestinal dan pernafasan.
9. Adanya
pemasukan intra vena dilihat adanya tanda-tanda lokal infeksi
10. Berat
badan tiap hari
11. Pasien
ditanya gambaran fatigue, dan tingkat nyeri
12. Melakukan
evaluasi terhadap adanya kecemasan serta koping mekanisme yang digunakan serta
strategi koping dapat dikenali.
B.
Diagnosa
keperawatan
Menurut Smeltzer (2008, hlm. 1975) diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan
pada pasien dengan Sindrom Steven Johnson meliputi :
a. Gangguan
integritas kulit yang berhubungan dengan inflamasi dermal dan epidermal
b. Gangguan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan menelan
c. Nyeri
akut berhubungan dengan inflamasi pada kulit
d. Gangguan
intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
e. Gangguan
persepsi sensori: kurang penglihatan berhubungan dengan konjungtivitis
C.
Menurut
Smeltzer (2008, hlm. 1975) , adapun rencana asuhan yang dapat disusun
berdasarkan diagnosa dengan pasien sindrom steven johson diatas sebagai
berikut :
|
No
|
Dx. Keperawatan
|
Tujuannya
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Gangguan integritas kulit b.d. inflamasi dermal dan epidermal
|
Setelah
dilakukan perawatan kulit selama 3x24 jam dengan kriteria hasil :
Ds: --
Do :
·
Menunjukkan
kulit
·
Jaringan
kulit yang utuh
|
·
Observasi
kulit setiap hari catat turgor sirkulasi dan sensori serta perubahan lainnya
yang terjadi.
·
Gunakan
pakaian tipis dan alat tenun yang lembut.
·
Jaga
kebersihan alat tenun.
·
Kolaborasi
dengan tim medis.
|
·
Menentukan
garis dasar dimana perubahan pada status dapat dibandingkan dan melakukan
intervensi yang tepat.
·
Menurunkan
iritasi garis jahitan dan tekanan dari baju, membiarkan insisi terbuka
terhadap udara meningkat proses penyembuhan dan menurunkan resiko infeksi
·
Untuk mencegah infeksi
·
Untuk
mencegah infeksi lebih lanjut
|
2.
|
Gangguan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kesulitan menelan
|
Setelah
dilakukan pemenuhan nutrisi selama 3x24 jam dengan kriteria hasil :
Ds : --
Do :
·
Menunjukkan
berat badan stabil
·
Peningkatan
berat badan
|
·
Kaji
kebiasaan makanan yang disukai/tidak disukai.
·
·
Berikan
makanan dalam porsi sedikit tapi sering.
·
Hidangkan
makanan dalam keadaan hangat.
·
Kerjasama
dengan ahli gizi.
|
·
Memberikan
pasien/orang terdekat rasa kontrol, meningkatkan partisipasi dalam perawatan
dan dapat memperbaiki pemasukan.
·
Membantu
mencegah distensi gaster/ketidaknyamanan
·
Meningkatkan
nafsu makan
·
·
Kalori
protein dan vitamin untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolik,
mempertahankan berat badan dan mendorong regenerasi jaringan.
|
3.
|
Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d. inflamasi pada kulit.
|
Setelah
dilakukan perawatan pemenuhan rasa nyaman selama 3x24 jam dengan kriteria
hasil :
Ds :
·
Klien melaporkan
nyeri berkurang
Do :
·
Menunjukkan
ekspresi wajah rileks
·
Postur
tubuh rileks
|
·
Kaji
keluhan nyeri, perhatikan lokasi dan intensitasnya.
·
Berikan
tindakan kenyamanan dasar ex: pijatan pada area yang sakit.
·
Pantau
TTV.
·
Berikan
analgetik sesuai indikasi.
|
·
Nyeri hampir
selalu ada pada beberapa derajat beratnya keterlibatan jaringan
·
Meningkatkan
relaksasi, menurunkan tegangan otot dan kelelahan umum
·
Metode IV
sering digunakan pada awal untuk memaksimalkan efek obat
·
Menghilangkan
rasa nyeri
|
4.
|
Gangguan intoleransi aktivitas b.d. kelemahan fisik
|
Setelah
dilakukan latihan aktivitas selama 3x24 jam dengan kriteria hasil :
Ds :
·
Klien
melaporkan peningkatan
toleransi aktivitas
Do : --
|
·
Kaji
respon individu terhadap aktivitas
·
Bantu
klien dalam memenuhi aktivitas sehari-hari dengan tingkat keterbatasan yang
dimiliki klien
·
Jelaskan
pentingnya pembatasan energy
·
Libatkan
keluarga dalam pemenuhan aktivitas klien
|
·
Rasional:
mengetahui tingkat kemampuan individu dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari
·
Rasional:
energi yang dikeluarkan lebih optimal
·
Rasional:
energi penting untuk membantu proses metabolisme tubuh
·
Rasional:
klien mendapat dukungan psikologi dari keluarga
|
5.
|
Gangguan persepsi sensori: kurang penglihatan b.d konjungtifitis
|
Setelah
dilakukan perawatan persepsi sensori
selama 3x24 jam dengan kriteria hasil :
Ds :
·
Menyadari
hilangnya penglihatan secara permanen
Do :
·
Kooperatif
dalam tindakan
|
·
Kaji dan
catat ketajaman pengelihatan
·
Kaji
deskripsi fungsional apa yang dapat dilihat/tidak.
·
Sesuaikan
lingkungan dengan kemampuan pengelihatan
·
Kaji
jumlah dan tipe rangsangan yang dapat diterima klien.
|
·
Rasional:
Menetukan kemampuan visual
·
Rasional:
Memberikan keakuratan thd pengelihatan dan perawatan.
·
Rasional:
Meningkatkan self care dan mengurangi ketergantungan.
·
Rasional:
Meningkatkan rangsangan pada waktu kemampuan pengelihatan menurun.
|
D.
Pelaksanaan
Keperwatan ( implementasi )
Pelaksanaan keperawatan adalah tindakan
keperwatan secara nyata berupa serangkaian kegiatan yang sistematis berdasarkan
perencanaan untuk mencapai hasil yang optimal.
Apabila
tindakan keperawatan dilakukan bersama dengan pasien dan atau keluarga hendaknya
penjelasan diberikan terlebih dahulu mencakup tindakan yang akan dilakukan dan
bantuan yang diharapkan dari pasien atau keluarganya. Juga apabila tindakan
keperawatan dilakukan oleh beberapa orang tenaga perawat hendaknya tindakan
yang akan dilakukan didiskusikan terlebih dahulu.
Adapun pelaksanaan yang dilakukan pada
pasien yang sindrom steven jhonson adalah disesuaikan dengan rencana
keperawatan yang telah dibuat berdasarkan prioritas yag timbul.
E.
Evaluasi
Keperawatan
Evaluasi
atau penilaian pada dasarnya adalah merujuk kepada suatu kegiatan yang dimaksudkan untuk mengambil
keputusan dalam rangka memberi nilai terhadap suatu (orang, benda, fakta).
Dalam
konteks keperawatan evaluasi adalah penilaian fase proses keperawatan,
mempertimbangkan efektifitas tindakan keperawatan dan menunjukan perkembangan
pasien terhadap pencapaian tujuan.
Dari
masalah yang timbul pada pasien dengan sindrom steven jhonson, maka hasil yang
diharapkan pasien akan :
1.
Menunjukkan keadaan
kulit normal
2.
Menunjukkan berat
badan stabil
3.
Menunjukka
keadaan nyeri berkurang
4.
Menunjukkan
toleransi aktivitas.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sistem
imunitas atau Pertahanan dalam tubuh manusia yang berfungsi melindungi tubuh
manusia dari masuknya infeksi baik itu virus, bakteri, protozoa maupun
penyakit. Apabila pertahanan tubuh manusia tidak dapat mengenali antigen yang
masuk kedalam tubuh maka akan meyebabkan penyakit sistem imun dan hematologi
seperti salah satunya Syndrom Steven Johnson atau yang biasanya disebut dengan
penyakit kulit yang sangat parah atau akut berat. Penyakit ini disebabkan oleh
adanya reaksi hipersensitivitas terhadap obat, infeksi virus, bakteri, radiasi,
makanan dan sebagainya. Apabila mengalami penyakit ini maka akan mengalami
tanda dan gejala seperti adanya eritema, vesikel, bula, selaput lendir
orifisium, dan kelainan pada mata. Sedangkan penatalaksanaan yang dapat
dilakukan adalah dengan tiga (3) cara yaitu dengan penatalaksanaan umum, khusus
sistemik dan topikal.
Adapun
asuhan keperawatan yang akan dilakukan mencakup pengkajian, diagnosa
keperawatan, rencana asuhan keperawatan dan evaluasi. Pengkajian yang dapat
kita lakukan adalah mencakup inspeksi kulit, inspeksi mulut, kemampuan menelan,
TTV, sistem pernafasan, nutrisi / berat badan, dan tingkat nyeri. Berdasarkan
pengkajian diatas maka dapat diangkat empat (4) diagnosa sekaligus menyusun
rencana asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa ini yaitu gangguan integritas
kulit yang b.d dengan inflamasi dermal dan epidermal, gangguan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh b.d kesulitan menelan, gangguan rasa nyaman nyeri b.d
inflamasi pada kulit, gangguan intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik, dan
gangguan persepsi sensori; kurang penglihatan b.d konjungtivitis.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka
penyusun mengambil saran dalam rangak meningkatkan pelayanan asuhan
keperawatan. Adapun saran-saran adalah sebagai berikut :
1. Pasien
Apabila
sudah mengetahui dan memahami gejala dari penyakit steven johnson hendaknya
segera membawa pasien kerumah sakit agar dapat dilakukan tindakan keperawatan.
2. Perawat
Bagi seorang
perawat sebaiknya harus memahami dan mengerti baik secara teoritis maupun praktek
tentang penyakit steven johnson agar dapat melakukan tindakan keperawatan.
3. Rumah Sakit
Bagi rumah
sakit hendaknya melengkapi fasilitas rumah sakit sehingga pada penderita steven
johnson mendapatkan ruangan dan fasilitas medis yang seharusnya ada sehingga
dapat melakukan tindakan keperawatan untuk mengurangi dari gejala dan
komplikasi penyakit steven johnson.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito,
Lynda Juall.(1998). Diagnosa Keperawatan.
Alih bahasa Monica Ester. Jakarta : EGC
Doenges. (2001). Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.
Jakarta: EGC.
Ignatavicius,
Workman.(2006). Medical Surgical Nursing,
critical thinking in client care, fourth edition, volume 2, Upper Saddle
River, By Prentice Hall.
Mansjoer, A.
(2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta
: EGC
Smeltzer,
Suzanne C.(2008). Textbook of Medical
Surgical Nursing, Philadelphia : By. Lippicott-Raven Publishers
Smeltzer,
Suzanne C.(2001). Keperawatan Medical
Bedah Brunner & Suddart Edisi 8 Volume 2, alih bahasa Agung Waluyo.
Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C. (2002). Keperawatan Medical Bedah Brunner &
Suddart Edisi 8 volume 3, alih bahasa oleh Andry Hartono, dkk. Jakarta :
EGC
Siregar.
(2005). Saripati Penyakit Kulit. Jakarta
: EGC
Gustiawan,
2010, http:/sabdaspace.com, akses tgl 20 Oktober 2010.
Lampiran 1
CONTOH KASUS
Klien Ny.S
(30 tahun) masuk kerumah sakit dengan gangguan sindron steven johnson. Klien
mengatakan nyeri pada sendi, nyeri saat menguyah terutama saat membuka mulut.
Belum mandi selama 11 hari. Tubuh pasien melepuh, konjungtiva pucat, makan 4
gelas promina ukuran 15o cc(600 cc)/hari.Hb 9,0 gr/dl. Balutan infus belum
diganti selama 3 hari. TD 100/80 mmHg, S 36,90c, N 82x/menit, dan RR
18x/menit. Keluarga mengatakan pasien hanya tamat SD dan tidak bisa membaca.
A.
PENGKAJIAN
1.
Indentitas
klien
Nama :
TN. I
Umur :
57 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Bangsa / Suku : Indonesia/ Melayu
Pendidikan : Smp
Pekerjaan : Swasta(Pabrik Besi)
Status Perkawinan :Sudah Kawin
Alamat :Jalan.Tanjung Raya II, Gg. Karya Bakti
Ruangan, : Mawar
Nomor registrasi : 010792180611
Tanggal masuk : 25 oktober 2011
Tanggal Pengkajian: 26 oktober 2011
Diagnosa Medis : glaukoma
Penanggung jawab: istri Tn.I
2.
Riwayat
kesehatan masa lalu
Penyakit waktu kecil, atau apakah pernah menderita penyakit
mata dan apakah pasien mempunyai riwayat
sakit pada saat melihat.
3.
Anamnesis
riwayat kesehatan sekarang
Pengkajian difokuskan pada gejala sekarang,
apakah pasien mengeluh sakit kepala, mual muntah, melihat lingkaran
seperti pelangi pada mata, nyeri sekitar mata.
4.
Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan pada pasien apakah ada anggota keluarga yang
menderita penyakit glaukoma atau penyakit lainnya yang berhubungan dengan
penglihatan.
5.
Struktur keluarga / genogram
|
|
|
|
:
Keterangan :
: Meninggal
: Laki-laki
: Perempuan
: Tinggal serumah
:
Klien
6.
Data nutrisi
Dalam menentukan data nutrisi hal-hal yang harus diperhatikan:
A = BB : 80 kg, TB : 173, LILA : 40 cm,
B = Hb : 10 mmHg,
C = Rambut klien tampak berminyak
dan kering,kulit klien tampak kering, mata klien tampak keruh pada retina dan
berlendir, berat badan klien sesuai dengan usianya, mukosa klien pink kemerahan
dan lembab
D = Porsi makan klien 2 sendok nasi, klien tidak nafsu makan, mual dan
muntah pada saat makan.
7.
Pemeriksaaan fisik
Perawaat melakukan pemeriksaan fisik pada klien, hal – hal
yang bisa diperhatikan:
a.
keadan umum :
klien tampak meringis nyeri
b.
Tingkat kesadaran klien : COMPOS METIS
c.
TTV :
Suhu : 37,5 C, Nadi : 80 X/menit, TD : 130/80 X/ menit, RR : 22
X/menit
d.
BB : 80
Kg TB : 173 cm
e.
Sistem Sensori Persepsi
1)
Sistem penglihatan:
a)
Visus
sangat menurun
b)
TIO
: 40 mmHg
c)
Mata
merah
d)
Kornea
keruh
e)
Bilik
mata depan dangkal
f)
Rincian
iris tidak tampak
g)
Pupil
sedikit melebar, tidak bereaksi terhadap sinar
h)
Diskus
optikus terlihat merah dan bengkak
2)
Sistem pernapasan :
I : bentuk
thoraks klien simetris antara kiri dan kanan, tidak terdapat kelainan pada
thorak, tidak terdapat distress pernafasan,
P : tidak terdapat
kelainan bunyi pada thorak
P :tidak terdapat
benjolan pada thorak, tidak ada perbedaan getaran antara kiri dan kanan.
A : tidak ada terdapat bunyi yang abnormal pada saat di
auskultrasi.
3)
Sistem kardiovaskuler
Pada saat pemeriksaan fisik tidak ada masalah mengenai jantung klien, dan
tidak ada keabnormalan pada jantung klien
4)
Abdomen
I = tidak
ada kelain pada abdomen klien
A = tidak
terdengar bising usus yang abnormal.
P = tidak
terdapat masalah pada sat di perkusi
P = pada
saat palsasi ginjal, klien tidak mengalami sakit, dan tidak terdapat kelain
pada sat dipalsasi.
8.
Pola
eliminasi
Klien mengatakan pola eliminasinya
sebelum sakit dan saat sakit tidak ada mengalami gangguan, BAB nya 1 kali
sehari dan BAK nya 6 kali sehari.
9.
Pola
kebersihan
a.
mandi
Sebelum sakit klien mengatakan dia
mandi 1 hari 3 kali.dan pada saat di rumah sakit klien mengatakan 2 hari 1
kali.
a.
Gosok
gigi
Sebelum sakit klien mengatakan dia menggosok gigi 1 hari 3
kali. Saat sakit klien mengatakan dia menggosok gigi 2 hari sekali.
10.
Pola
aktifitas
Klien memiliki kebiasaan 1 minggu
sekali berolahraga jalan pagi.
11.
Data
psikologis
a.
Status
emosi : klien tampak tenang emosinya teratur dan kadang-kadang klien tampak
gelisah.
b.
konsep
diri
klien seorang kepala rumah tangga
yang masih diperdulikan oleh keluarga.
c.
Gaya
komunikasi
Klien berkomunikasi dengan bahasa
melayu dan perawat mengerti.
d.
Interaksi
sosial
Klien mau bergaul dengan pasien lain
diruangannya.
12.
Data
sosial
a.
Pendidikan
dan pekerjaan
Pasien tamat SMP dan pekerjaan
pasien swasta (pabrik besi)
b.
Hubungan
sosial.
Klien dalam berinteraksi sangat
cepat.
c.
Faktor
sosial kultural
Semua tindakan perawat tidak ada
yang bertentangan dengan klien.
d.
Gaya
hidup
Pasien memiliki kebiasaan merokok
dan makan makanan yang instan.
13.
Data
spiritual
Pasien mengatakan bahwa dirinya
sholat 5 waktu dan selama dirumah sakit klien hanya sholat 3 waktu dengan
kondisi duduk karena
kesulitan dalam beraktifitas.
14.
Data
penunjang
Tonometri : tekanannya 40 mmHg
1. Diagnosa Keperawatan
a.
Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit;
kerusakan mukosa mulut dan bibir
b.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
hipersensitivitas
c.
Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan
kurang terpaparnya informasi.
2. Rencana Asuhan Keperawatan
NO
|
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
|
TUJUAN
& KRITERIA HASIL
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
|
Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit; kerusakan mukosa mulut dan
bibir.
|
Ds : Nyeri hilang/berkurang setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x24 jam dengan kriteria hasil :
Ds :
§ Klien
mengatakan tidak nyeri lagi pada saat membuka mulut
§ Klien
mengatakan tidak nyeri lagi pada saat mengunyah
§ Klien
mengatakan badannya terasa segar setelah mandi
§ Klien
mengatakan mulutnya terasa enak
Do :
§ Klien
tidak meringis lagi pada saat membuka mulut
§ Klien
tidak meringis lagi pada saat menggerakkan mulut
§ Luka pada
rongga mulut berkurang dan mengering
§ Tidak
terdapat stomatitis pada bibir
§ Klien
tidak lemah lagi
§ Konjungtiva
dan mukosa mulut tidak pucat
§ TTV dalam
batas normal :
§ TD :
120/90 mmHg
§ S : 36-370c
§ N :
60-100x/menit
§ RR :
16-24x/menit
|
1. Kaji
karakteristik nyeri
2. Kaji
kemampuan klien untuk membuka mulut
3. Istirahatkan
daerah sekitar mulut jika terjadi nyeri
4. Ajarkan
teknik relaksasi pada saat nyeri datang
5. Observasi
TTV
6. Bantu
klien untuk memenuhi kebutuhan dasar : mandi, cuci rambut, dan oral hygiene
7. Kolaborasi
dengan tim medis dalam memberikan analgetik
|
1.
Mengetahui berat ringannya nyeri
2.
Mengetahui sejauh mana rasa nyeri timbul pada saat
membuka mulut
3.
Membantu mengatasi rasa nyeri
4.
Merelaksasikan dan mengurangi rasa nyeri
5.
Mengetahui keadaan umum klien
6.
Membuat klien merasa nyaman dengan terpenuhinya
kebutuhan dasar
7.
Analgetik sebagai obat anti nyeri
|
2.
|
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hipersensitivitas
|
Integritas kulit membaik setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam dengan kriteria hasil :
Ds :
§ --
Do :
§ Tidak
terdapat bula dikedua lengan atas
§ Terdapat
penumbuhan jaringan baru
§ Luka
diwajah mulai mengering
|
1.
Kaji keadaan umum dan integritas kulit klien
2.
Observasi adanya tanda-tanda infeksi
3.
Hindari lesi akibat tekanan
4.
Berikan diit TKTP
5.
Mempercepat memberikan kompres betadin cair dan NaCl
0,9 %
|
1.
Mengetahui keadaan umum dan integritas kulit klien
2.
Mengetahui tanda-tanda infeksi pada luka
3.
Mencegah penyebaran atau meluasnya luka
4.
Mempercepat proses pertumbuhan jaringan baru kulit
yang luka
5.
Sebagai anti septic agar tidak terjadi peluasan
infeksi
|
3.
|
Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang terpaparnya
informasi.
|
Klien mengetahui dan memahami tentang proses
penyakitnya setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x30 menit dengan
kriteria hasil :
Ds :
§ Klien
mengatakan sudah mengetahuin tentang proses penyakitnya
Do :
§Klien tampak senang dan mengerti
|
1.
Kaji pengetahuan klien tentang penyakit
2.
Lakukan penkes tentang proses penyakit klien
|
1.
Mengetahui pengetahuan klien
2. Agar klien
mengetahui dan memahami proses penyakitnya
|
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami
panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan karunianya kami
dapat mengerjakan makalah Sistem
Hematologi
dan Imunitas. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman tentang Asuhan Keperawatan Pasien dengan Syndrom Steven Johnson. Dan kami juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Ns. Florensa, S.Kep. selaku dosen pembimbing kami dalam menyelesaikan
makalah ini.
Kami
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini, kami mengalami beberapa
kesulitan, namun karena bantuan dan kerja sama dengan dosen pembimbing, serta
teman-teman sekelompok akhirnya makalah ini dapat kami selesaikan. Oleh karena
itu kami ingin mengucapkan terima kasih. Jika ada kesalahan dalam pembuatan
makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Pontianak, Oktober 2010
Penyusun
i
|
MAKALAH SISTEM
HEMATOLOGI DAN IMUNITAS
” ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN SYNDROM
STEVEN JOHNSON ”
DOSEN PEMBIMBING:
IBU NS. FLORENSA S.KEP
Tugas
Individu
MUAMMAR
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM PONTIANAK
PRODI SI KEPERAWATAN
TAHUN
AJARAN 2010-201I
COMMENTS