BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sengatan listrik ( electric shock ) atau yang lebih dikenal dengan kesentrum adalah seb...
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sengatan
listrik (electric shock) atau yang
lebih dikenal dengan kesentrum adalah sebuah fenomena dalam kehidupan. Secara sederhana kesetrum dapat
dikatakan sebagai suatu proses terjadinya arus listrik dari luar ke tubuh. Sengatan listrik dapat terjadi karena kontak
dari tubuh manusia dengan sumber tegangan yang cukup tinggi sehingga dapat
menimbulkan arus melalui otot atau rambut. Ketika tersengat lsitrik, terdapat
beda potensial (arus dari potensial tinggi ke rendah) sehingga muncul tegangan
listrik antara tubuh dan lingkungan
kita.
Taruma
akibat sengatan listrik adalah kerusakan yang disebabkan oleh adanya aliran
arus listrik yang melewati tubuh manusia dan membakar jaringan ataupun
menyebabkan terganggunya fungsi organ dalam. Arus listrik yang mengalir kedalam
tubuh manusia akan menghasilkan pans yang dapat membakar dan menghancurkan
jaringan tubuh. Tanda dan gejalanya meliputi luka bakar pada kulit, kerusakan
organ dalam dan jaringan lainnya, aritmia, serta gagal nafas.
Kejadian
kecelakaan karena sengatan arus listrik pada manusia lebih sering dikarenakan
arus bolak-balik (AC) dibandingkan arus searah (DC). Manusia lebih sensitif 4-6
kali terhadap arus AC dibandingkan arus DC. Arus DC menyebabkan satu kontraksi
otot, sedangkan arus AC menyebabkan kontaksi otot yang kontinu dapat mencapai
40-110 kali/detik, sehingga menyebabkan luka yang lebih parah. Dalam terjadinya
luka akibat arus listrik ada beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain
yaitu : intensitas, voltase, tahanan, arah arus, waktu, jenis kelamin, berat
badan dan kondisi sekitar.
Angka
kejadian sengatan listrik sebagian besar terjadi pada anak-anak kurang dari 6
tahun dan sisanya pada dewasa. Sengatan listrik yang terjadi pada anak-anak
biasanya terjadi saat berada di rumah. Anak-anak mempunyai predisposisi untuk
terjadinya luka akibat sengatan listrik yang bersumber dari tegangan rendah,
seperti kabel listrik karena keterbatasan mobilitas anak. Sedangkan dewasa luka
sengatan listrik biasanya bersumber dari tengangan tinggi yang dapat
menyebabkan kematian. Pasien yang dapat bertahan setelah mengalami sengatan
listrik sekitar 3% dari 100.000 pasien. Di Amerika 1200 orang meninggal dunia
karena tersengat listrik tiap tahunnya. Sengatan listrik pada anak biasanya
terjadi di rumah, sedangkan pada orang dewasa lebih sering dikarenakan
kecelakaan kerja.
Sindrom
termal adalah sekumpulan gejala gangguan pada termoregulasi manusia. Teori
termal berpengaruh terhadap perpindahan panas dalam tubuh manusia, terdapat
empat proses dalam perpindahan panas, yaitu konduksi, konveksi, radiasi dan
evaporasi. Terjadinya gangguan perpindahan panas dalam tubuh manusia dapat
mempengaruhi suhu tubuh seseorang. Terdapat tiga jenis kelainan suhu pada
manusia yaitu hipertemia, hipotermia dan heatstroke, diantara ketiga kelainan
diatas yang paling tinggi angka kejadian dan paling mematikan adalah
heatstroke.
B. Tujuan
Penulisan
1.
Tujuan Umum
Tujuan
umum dari penulisan makalah ini adalah mahasiswa mampu memahami asuhan
keperawatan kegawatdaruratan pada klien sindrom termal dan sengatan listrik.
2.
Tujuan Khusus
Tujuan
khusus dalam penulisan makalah asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada klien
sindrom termal dan sengatan listrik adalah sebagai berikut :
a.
Mahasiswa mampu
mengetahui dan memahami konsep dasar dari kegawatdaruratan sindrom termal dan
sengatan listrik.
b.
Mahasiswa mampu
memahami penyebab dan tanda gejala dari sindrom termal dan sengatan listrik.
c.
Mahasiswa dapat
mengetahui dan memahami penatalaksanaan kegawatdaruratan sindrom termal dan
sengatan listrik.
C. Metode
Penulisan
Metode penulisan yang dipergunakan dalam penulisan
makalah ini adalah deskriptif, tim berusaha menjelaskan setiap point dalam
makalah yang bersumber daru berbagai sumber seperi buku-buku dari perpustakaan,
internet, konsultasi pembimbing dan diskusi kelompok.
D. Sistematika
Penulisan
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Sindron termal dan sengatan listirk
memilki kesamaan didalam segi sifatnya, yaitu dalam segi konduktivitas, ketika seseorang
mengalami sindrom termal dan sengatan listrik sering sekali mengalami
manifestasi yang sama salah satunya adalah luka, terutama luka bakar, namun
dengan penanganan pertama darisindrom temal dan sengatan listrik berbeda, untuk
itulah sindrom termal dan sengatan listrik sering kali dibahas bersamaan untuk
menunjukkan adanya persamaan dan perbedaan diantara keduanya.
A. Konsep
sindrom termal
1. Defenisi
Menurut Ing
Sihanna (2010), definisi termal dapat dirunut dari bahasa Yunani “therm” yang
berarti kalor (penyebab dan efek, pembangkitan dan penggunaan), serta dari
bahasa Latin “temper” yang berarti campuran (original digunakan untuk 'suhua
caeli', kombinasi langit). Sistem didefinisikan sebagai suatu obyek, sejumlah
materi dalam suatu daerah ruangan, yang ditetapkan dalam bahasan dan dipisahkan
dari sekeliling (lingkungan) oleh batas sistem. Batas sistem dapat bersifat
fisik real ataupun berupa imajiner sesuai dengan keperluan untuk membedakan
elemen sistem dan elemen lingkungan. Lingkungan dinyatakan sebagai semua elemen
yang bukan merupakan bagian dari sistem.
Sindrom
termal merupakan keadaan berlebihan, yang dititikan pada suhu, diantaranya
yaitu hipotermia dan hipertermia. (Aru W, dkk. 2009).
2. Sifat
Sifat termal, meliputi konduktivitas panas, temperatur kerja
maksimum, koefisien ekspansi termal, difusivitas termal, dll. Konduktivitas
adalah suatu besaran intensif bahan yang menunjukkan kemampuannya untuk
menghantarkan panas. Semua keramik boleh dikatakan dibuat dengan melalui
pemanasan pada temperatur tinggi dan sejumlah keramik dimanfaatkan karena sifat
termalnya yang unggul, seperti sifat tahan panas, hantaran panas, ketahanan
terhadap kejutan termal, dan sebagainya. Sejalan denganitu titik cair tidak
dapat ditentukan dari analisa sederhana pada fasa padat saja. Ada dua mekanisme
dari penyerapan panas oleh kristal, yang pertama adalah oleh getaran atom yang
kedua oleh pergerakan elektron. Umumnya yangpertama relatif sangat besar.
Dengan mengumpamakan semua atom dalam kristal bergetar secara harmonis pada
frekuensi tunggal yang sama, secara teoritis Einstein menurunkan harga
kapasitas panas volum tetap sama dengan nol pada temperatur nol derajat Kelvin dan mendekati harga 3 R (5,96
kal.mol-1.der-1) pada temperatur tinggi. Debye mengumpamakan bahwa ada
distribusi tertentu pada frekuensi getaran atom dan menurunkan persamaan yang
menjelaskan kapasitas panas terukur lebih baik dari rumus Einstein.
3. Klasifikasi
sindrom termal
a. Hipotermia
1) Pengertian hipotermia
Hipotermia diakibatkan oleh lepasnya panas karena
konduksi, konveksi, radiasi, atau transpirasi. Local cold injury dan frostbite
timbul karena terjadihipotermia karena penurunan viskositas darah dan
kerusakan intraselular ( intracellular injury). (Aru W, dkk. 2009).
2)
Manifestasi
klinis
Manifestasi tidak seberat frostbite yang berupa luka
begabung dan tidak ada jaringan yang terlepas. Trench foot diakibatkan jaringan
dilingkungan yang lembab pada suhu dingin selama bebrapa jam sampai beberapa
hari. Akan timbul hiperhidrosis jangka panjang dan insensitivitas dingin.
Derajat
pertama dan kedua frobite superficial ditandai dengan edama, luka bakar,
dan eritema, serta melepuh pada derajat kedua. Derajat ketiga frostbite ditandai dengan luka yang lebih dalam timbul
sedalam kutis dan jaringan subkutis. Derajat ketiga
ditandai dengan luka yang mencapai jaringan subkuteneus, otot, tendon, dan
tulang.
Pasien
datang dengan sianosis dan bias terjadi hemoragik dan nekrosis kulit. Kadang –
kadang jaringan menjadi seperti mumi.
Klasifikasi luka dingin menurut berat kasus
|
||
Derat I
|
Derajat
II
|
Derajat
III
|
1.
Kulit membeku sebagian eritema, edema,
hyperemia.
2.
Tidak melepuh atau nekosis.
3. Deskuamasi kulit jarang (5 sampai 10 hari kemudian)
Gejala
Seperti sengatan dan rasa terbakar,
berdenyut dan bisa timbul hiperhidrosi.
|
1.
Luka jaringan kulit.
2.
Eritema, vesikel substansial dengan cairan
bening melepuh merupakan dekuamasi dan jaringan kehitaman.
Gejala
Mati rasa dan gangguan vasomotor pada kasus
berat
|
1.
Jaringan kutis dan subkutaneus, otot,
tendon, dan tulang membeku.
2. Edema lokal.
3. Awalnya luka berwarna merah tua atau cyanosi
4.
Kadang-kadang jaringan mengering, hitam,
seperti mumi.
Gejala
Sendi nyeri
|
Table
2.1 tabel klasifikasi luka hipotermi
Mild hypothermia 32o C (89,6O F) sampai 35o C (95OF)
menyebabkan timbulnya menggigil, takikardi, dan peningkatan tekanan darah.
Mengigil mengakibatkan penurunan deyut jantung dan tekanan darah ketika temperature
dibawah 32o C (89,60 F). Mental melambat dan kehilangan
reflex menelan. Komplikasi yang umum terjadi adalah aspirasi.
Dengan
temperature yang sangat rendah, pasien menjadi letargi dan koma. Imobilisasi
menimbulkan resiko rabdomiolisis dan gagal ginjal akut. Hemokonsentrasi dan
pengurangan volume bisa menimbulkan thrombosis intravaskuler dan koagulasi
intravaskuler diseminata.
Hiperglikemia
bisa terjadi walaupun lebih dari 40% penderita mengalami hipoglikemia. Gangguan
keseimbangan asam basa bisa timbul tetapi tidak mengikuti pola tertentu.
Pada EKG
terlihat interval PR,QRS dan QT memanjang dan gelombang Osborn J. irama jantung
takikardia sampai bradikardi juga fibrilasi atrial ventrikuler hingga bias
terjadi asistolik pada temperature yang sangat rendah.
3)
Diagnosis
Hipotermia
didiagnosis bila suhu tubuh dibawah 35o C (950F) penyakit
yang menyerupai gejala hipotermia seperti :
a)
Defisiensi tiroid, insufisiensi adrenal , difungsi
susunan saraf pusat, infeksi, sepsis, penyakit kulit, keracunan obat dan
gangguan metabolism yang perlu dipertimbangan dan dievaluasi.
b)
Cold injury yang terlokalisir didapatkan dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik.
b.
Hipertermi
Keringat
dan penguapan jumlahnya cukup tinggi terjadi bila temperatur mencapai 35°C
(95°F) atau lebih tinggi. Kelembaban mengurangi kemampuan tubuh untuk
mendinginkan diri sendiri melalui keringat. Ketidakmampuan respon termoregulasi
dan kontrol terhadap sistem peningkatan presipitat atau depresi pusat
temperatur disebabkan disfungsi organ lain, dapat menimbulkan manifestasi
klinis antara lain hipertemia. Pencegahan terjadinya peningkatan suhu abnormal
tergantung pada keseimbangan antara pelepasan panas dan pembentukan panas.
Pakaian,
ventilasi, latihan dan air serta pelepasan garam ditimbulkan oleh panas dan
kesanggupan tubuh untuk mengatur temperatur tubuh.
Latihan
yang berat harus disesuaikan dengan suhu udara, kelembaban udara, garam, dan
yang lebih penting lagi, pelepasan air harus cukup dan diberikan sebelum timbul
gangguan gejala suhu (heat illnes). Usia muda, usia lanjut, dan orang-orang
dengan penyakit tertentu, umumnya penyakit kardiovaskular, kemungkinan terjadi
resiko sakit akibat heat stress. Salah satu akibat yang ditimbulkan oleh heat
stress adalah heat stroke.
4.
Patofisiologi
Patofisiologi
sindrom thermis menyebabkan gangguan kesimbangan cairan dan elektrolit serta
syock, yang dapat menimbulkan asidosis, nekrosis tubular akut, dan disfungsi
serebral. Kondisi ini dapat dijumpai pada fase awal / akut / syock biasanya
berlangsung sampat 72 jam pertama. Dengan kehilangan kulit pada klien yang
menglamai luka bakar akan menyebabkan kehilangan fungsi barier sehingga luka
sangat mudah terinfeksi. Selain itu, dengan kehilangan kulit luas, terjadi
penguapan cairan tubuh yang berlebihan, penguapan cairan ini disertai
pengeluaran protein dan energi sehingga terjadi gangguan metabolisme. Jaringan
nekrosis yang ada melepas toksin yang dapat menimbulkan SIRS bahkan sepsis yang
menyebabkan disfungsi dan kegagalan fungsi organ-organ seperti hepar dan paru
yang bisa menyebabkan kematian. Reaksi inflamasi yang berkepanjangan akibat
sindrom thermal menyebabkan kerapuhan jaringan dan struktur-struktur fungsional
seperti peningkatan suhu yang berkepanjangan dan kehilangan cairan dalam tubuh
yang sangat banyak. (Mansjoer Arief,
2000).
5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
pada kondisi pasien sindrom termal diambil contoh dari kasus hipotermi dan
hipertermi sama saja, yang membedakan nya hanya terapi suhu yang diberikan.
Saat menangani
klien yang mengalami sindrom termal diambil contoh hipotermiMenurut Brunner
& Suddarth (1996),penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah :
a.
Pemberian cairan dan elektrolit
untuk mengembalikan kekurangan cairan pada klien
b.
Pencairan dalam air hangat (40° C
sampai 42° C) selama 10-30 menit sampai ekstremitas melunak dan kemerahan.
c.
Analgesik opioid parenteral
(misalnya Morfin 0,1 mg/kg iv) untuk mengurangi nyeri
d.
Jika ada ketidakstabilan kardiovaskular,
dibutuhkan pemanasan yang lebih agresif (bilas lambung, kandung kemih, lavase
peritoneal dan pleural). Temperatur cairan bilas bisa sampai 42° C (107° F).
e.
Pada fibrilasi ventrikular
dilakukan defibrillasi sampai temperatur 30° C (86T), meskipun 3 countershock
hares diukur.
f.
Pemanasan kembali melalui sirkuit
ekstrakorporal merupakan metode pilihan pada pasien hipotermia berat dalam
henti jantung. Jika perlengkapan tidak tersedia, resusitasi trakeostomi dan
pijat jantung dalam dan bilas mediastinal merupakan alternatif yang dapat
diterima.
g.
Semua pasien dengan firosbite
superficial terlokalisir atau hipotermia sedang dapat dirujuk ke RS. Pasien
tidak dirawat, mereka bisa kembali pada lingkungan yang hangat.
Jika terdapat luka hal yang perlu kita lakukan adalah
sebagai berikut :
a.
Luka dikaki
ditangani dengan pengangkatan, penghangatan, dan pembalutan jari yang luka.
Nifedipin 20 mg per oral 3 kali sehari., kortikosteroid topical prednisone, dan
prostaglandin E1 (limaprost 20 mg per oral 3b kali sehari ) dapat membantu.
b.
Pemanasan cepat
dengan air yang mengalir pada suhu 42oC (1070F)selama
10-30 menit pada ekstermitas yang mengalami frobite.
Pasien bisa diberi narkotik, ibuprofen, dan aloevera. Pemberian
penicillin E 500.000 u setiap 6 jam selama 48 -72 jam memperlihatkan hasil yang
baik.
c.
Luka bersih banyak mengandung prostaglandin
dan tromboksan dapat dibersihkan atau diaspirasi. Luka yang berdarah seharusnya
dibersihkan dan dirapikan kembali.
d.
Teknik penghangatan termasuk penghangatan
pasif, penghangatan aktif eksternal, dan penghangatan perawatan aktif.
e.
Pasien dengan hipotermia sedang dapat diatasi
dengan penghangatan pasif dengan cara memindahkannya dari lingkungan dingin dan
menggunakan selimut kolasi.
f.
Pasien dengan hipotermia berat, sebaiknya dipantau
dengan pilse oxymetri
g.
Perhatikan jalan nafas, pernafasan, dan
jantung. Bila tidak ada gangguan kardiovaskular, penghangatan aktif vaskular
dapat diterapkan (radiasi panas, selimut hangat, dan objek yang dipanaskan)
dengan cairan hangat IV dan oksigen yang dihangatkan.
B. Konsep
sengataan listrik
1. Defenisi
Kesetrum atau dalam bahasa ilmiah disebut sengatan
listrik (electric shock) adalah sebuah fenomena dalam kehidupan.
Secara sederhana kesetrum dapat dikatakan sebagai suatu proses terjadinya arus listrik
dari luar ke tubuh. Sengatan listrik dapat terjadi karena kontak dari
tubuh manusia dengan sumber tegangan yang cukup tinggi sehingga dapat
menimbulkan arus melalui otot atau rambut. Ketika tersengat lsitrik, terdapat
beda potensial (arus dari potensial tinggi ke rendah) sehingga muncul tegangan
listrik antara tubuh dan lingkungan kita.
Kesetrum adalah fenomena yang terjadi karena adanya arus
yang resistansi dengan plasma darah dalam tubuh kita. Arus terjadi karena ada
perpindahan elektron dan proton, pergerakan arus yang terhambat akan
menghasilkan energy panas.
2. Etiologi sengatan
listrik
Penyebab terjadinya sengatan listrik bukan karena tegangan listrik,
tetapi karena adanya arus listrik yang mengalir. Sebenarnya arus listrik
pun memang sudah ada di tubuh kita sebagai pengantar informasi dari indera ke
otak (seperti sensor dan prosesor).
Seseorang bisa tersengat listrik karena ada banyak
kemungkinan, antara lain :
a.
Menyentuh kabel terbuka berarus listrik
b.
Menyentuh kabel berarus yang isolasinya rusak
c.
Kegagalan peralatan
d.
Terkena muatan listrik statis
e.
Disambar petir (akan dibahas khusus dalam proteksi petir.
3.
Patofisiologi
Ketika
terjadinya kontak antarabagian tubuh manusia dengan suatu sumber tegangan listrik
yang cukup tinggi, kejadian itulah yang mampu mengakibatkan arus listrik
mengalir kedalam tubuh manusia tepatnya melalui. Arus listrik memiliki sifat
sifat mengalir dari pontensial tinggi ke potensial rendah. Dalam kasus sehari-
hari sumber tegangan listrik ini memilki potensial tinggi, sementara bumi
tempat berpijak memilki potensial rendah. Jadi, tegangan ini ingin mengalirkan
arusnya kebumi. Pada saat terjadi kontak antara manusia dengan sumber tegangan
saat manusia ini meninjak bumi, maka tubuh manusia ini akan menjadi suatu
konektor antara sumber tegangan dengan bumi. Perlu diingat bahwa tubuh manusia
sebagian besar terdiri dari air, sehingga tubuh manusia merupakan konduktor
yang baik, karena air merupakan konduktur yang baik. Saat terkena sengatan
listrik, arus listrik menimbulkan, gangguan karena rangsangan terhadap saraf
dan otot. Energi panas yang timbul akibat tahanan jaringan yang dilalui dapat
menyebabkan luka bakar. Luka bakar ini timbul akibat dari bunga api listrik
yang suhunya dapat mencapai 2.500oC. Tegangan lebih baru 500 volt
merupakan reesiko tinggi terhadap keselamatan jiwa. Arus bolak balik
menimbulkan rangsangan otot berupa kejang – kejang. Bila arus tersebut melalui
jantung, kekuatan sebesar 60 miliamper saja sudah cukup untuk menimbulkan jantung
(fiblilasi ventrikel). Bila kawat berarus listrik terpegang olh tangan, maka
pegangan akan sulit dilepaskan karena arus listrik tersebut menimbulkan
kontraksi dari otot – otot jari tangan. Otot fleksor atau otot mengenggam jari
lebih kuat dari otot ekstensor. Jika arus listrik tengangan tinggi mengenai
dada akan menyebabkan gangguan pernafasan. Bila menganai kepala, dapat
menyebabkan tidak sadarkan diri. Pada tegangan rendah, arus searah tidak
berbahaya dibandingkan dengan arus bolak balik.
Kelancaran arus
masuk ketubuh tergantung juga basah atau keringnya kulit yang kontak dengan
arus listrik. Bila kulit basah atau lembab, arus listrik akan mudah masuk
kedalam tubuh. Pada tempat masuk arus listrik, akan tampak luka masuk yang
merupa luka bakar sedangkan pada tempat luka keluar akan terkesan loncatan arus
keluar. Arus keluar biasanya sulit ditemukan. Panas yang timbul yang mengenai
pembuluh darah akan dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah yang semakin
lama dapat menyebakan kematian jaringan.
Kadang lukabakar
yang tampak dari luar tampak ringan tetapi kerusakan jaringan yang lebih dalam, luas dan berat.
Kerusakan otot yang berat dapaat terlihatpada kencing yang berwarna gelap
karena bercampur dengan mioglobin yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal.
Akibat dari
sengatan listrik bisa bermacam – macam. Mulai dari sekedar terkejut, membuat
luka bakar ditubuh, atau tergolong fatal yang merupa kematian. Salah satu efek
terberat dari sengatan listrik adalah terjadinya luka bakar.
4.
Manifestasi klinis tubuh terhadap sengatan listrik
Arus listrik
menimbulkan gangguan karena rangsangan terhadap saraf dan otot. Energi panas
yang timbul akibat tahanan jaringan yang dilalui dapat menyebabkan luka
bakar. Luka bakar ini timbul dapat
akibat dari bunga api listrik yang suhunya dapat mencapai 2.500 derajat
celcius. Tegangan lebih dari 500 volt merupakan risiko tinggi terhadap
keselamatan jiwa. Arus bolak-balik menimbulkan rangsangan otot berupa
kejang-kejang. Bila arus tersebut melalui jantung, kekuatan sebesar 60
milliamper saja sudah cukup untuk menimbulkan gangguan jantung (fibrilasi
ventrikel). Bila kawat berarus listrik terpegang oleh tangan, maka pegangan
akan sulit dilepaskan karena arus listrik tersebut menimbulkan kontraksi dari
otot-otot jari tangan. Otot fleksor atau otot menggenggam jari lebih kuat dari
otot ekstensor. Jika arus listrik tegangan tinggi mengenai dada akan
menyebabkan gangguan pernafasan. Bila mengenai kepala, dapat menyebabkan tidak
sadarkan diri. Pada tegangan rendah, arus searah tidak berbahaya dibandingkan
dengan arus bolak-balik.
Kelancaran arus
masuk ke tubuh tergantung juga basah atau keringnya kulit yang kontak dengan
arus listrik. Bila kulit basah atau lembab, arus listrik akan mudah masuk ke
dalam tubuh. Pada tempat masuknya arus listrik, akan tampak luka masuk yang
berupa luka bakar sedangkan pada tempat luka keluar akan terkesan loncatan arus
keluar. Arus keluar biasanya sulit ditemukan. Panas yang timbul yang mengenai
pembuluh darah akan dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah yang semakin
lama dapat menyebabkan kematian jaringan.
Kadang luka
bakar yang tampak dari luar tampak ringan tetapi kerusakan jaringan yang lebih
dalam luas dan berat. Kerusakan otot yang berat dapat terlihat pada kencing
yang berwarna gelap karena bercampur dengan mioglobin yang dapat menyebabkan
kerusakan ginjal.
Akibat dari
sengatan listrik bisa bermacam-macam. Mulai dari sekedar terkejut, membuat
luka bakar ditubuh, atau yang tergolong fatal berupa kematian. Salah satu efek
terberat dari sengatan listrik adalah terjadinya luka bakar.
5.
Gambaran
Klinis
Listrik dapat
menyebabkan kerusakan jaringan sebagai efek langsung arus listrik searah pada
sel dan oleh kerusakan termal dari panas
yan diteruskan oleh jaringan. Energy terbesa rterjadi pada titik kontak
sehingga kerusakan jaringan pada daerah tersebut harus diobservasi lebih baik.
Luka keluar
sengatan listrik lebih besar dari pada luka masuk. Bila sengatan listrik masuk
kedalam tubuh, kerusakan terbesar terjadi pada jaringan saraf, pembuluh darah dan
otot. Sengatan listrik dapat mengakibatkan nekrosis berupa koagulasi,
kematiansaraf, dan kerusakan pembuluh
darah. Luka yang ditimbulkan lebih menyerupai jaringan
nekrosis atau kerak dari pada luka bakar termal. Karena ukuran dari luka karena
sengatan listrik tidak berkolerasi baik dengan kerusakan yang ditimbulkan,
pemeriksaan teliti untuk luka yang dalam sangat penting. Luka traumatic sering terjadi
bersamaan dengan sengatan listrik.
6.
Diagnosis
Sengatan
listrik berdasarkan riwayat penyakit . Bila riwayat penyakit tidak jelas,
ciri-ciri luka pada kulit sangat menolong. Pemeriksaan yang menyeluruh serta memperhatikan luka akibat
sengatan listrik sangat penting untuk mengesampingkan adanya suatu trauma.
Pemeriksaan untuk tulang patah dan dislokasi tetap dilakukan walaupun tanpa
riwayat trauma. Tidak ditemukannya luka sengatan listrik pada pemeriksaan
jaringan mengesampingkan sengatan listrik serius.
Pemeriksaanlaboratoriumhitungdarahlengkapelektrolit,
kalsium, urea nitrogen darah, kreatinin, analisa gas darah, myoglobin (MB),
kreatinin kinase (CK).
CK dan MB dapat
meningkatkan pada kerusakan otot jantung tapi ada luka otot secara ekstensif. Fungsi
hati dan amylase diperiksa bila diduga ada luka abomen. EKG dapat dilakukan bila
ada indikasi ; pemeriksaan radiologis dilakukan pada sisi luka sengatan listrik.
CT Scan kepala merupakan indikasi pada
luka kepala yang berat, koma atau bila ada perubahan mental.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal
sebelum penderita ditangani adalah tentunya memutuskan sumber arus listriknya. Bisa dengan mematikan peralatan yang menjadi
sumber setruman atau langsung dari MCB.
Setelah itu, segera
pindahkan korban ke tempat aman serta bersirkulasi udara lancar. Baringkan
korban lalu evaluasi kesadaran penderita apakah sadar atau tidak, serta periksa
denyut nadi dan pernapasannya.
8.
Komplikasi
sengatan listrik
a. Kardiovaskuler
Kematian mendadak (fibrilasiventrikel, asistolik),
Nyeri dada, disritonia, segmen ST-T abnormal, blok cabang berkas, kerusakan
miokardial, disfungsi ventrikel, MCI, hipotensi (volume deplesi), hipertensi
(pelepasan katekolamin).
b. Neurologis
Status mental, agitasi, koma, kejang, edema
serebral, ensefalopati hipoksia, nyerikepala, afasia, lemah, paraplegia,
kuadriplegia, disfungsi sumsum tulang, pheriperal neuropati, insomnia,
emosilabil.
c. Kulit
Luka akibat sengatan listrik, akibat sekundel luka bakar.
d. Vaskuler
Thrombosis, nekrosiskoagulasi, DIC, rupture pembuluh
darah, aneurisma sindrom kompartemen.
e. Pulmonal
Hentinapas (sentral atau perifermis tetanus). Pneumonia
aspirasi, edema pulmonal, kontusi pulmonal, kerusakan inhalasi.
f. Gastrointestinal
Perforasi,
tukak stress (Curling Ulcer), perdarahan
GIT.
g. Muscular.
Mionekrosis,
sindrom kompartemen.
h. Skeletal
Fraktur kompresi vertebra, fraktur tulang, dislokasi
bahu (anterior dan posterior), fraktur scapula.
i.
Optamologi
Cornel burns,
delayed cataract, thrombosis atau hemoragia intraocular,
uveitis, frakturorbita.
j.
Pendengaran
Hilangnya pendengaran, tinnitus, perforasi, membrane
timpani, mastoiditis, meningitis.
k. Oral
burns
Hemoragia arteri labialis, scarring dan deformitas fasialis, gangguan bicara, perubahan bentuk
mandibula dan pembentukan gigi.
l.
Obstetric
Aborsi spontan, kematian janin.
BAB III
ASUHAN
KEPERAWATAN KEGAWAT DARURAT
SINDROM
TERMAL DAN SENGATAN LISTRIK
Pada bab ini penulis
akan menyajikan proses keperawatan kegawat daruratan yang dimulai tindakan
primer dan diikuti tindakan secondary.
A.
Primary
Survei
1. Tindakan
primer sindrom termal dan sengatan listrik
a. Airway
1) Memastikan ada tidaknya sumbatan
jalan nafas total: pada pasien sindrom termal dan sengatan listrik apakah ada sumbatan yang
menghambat nafas klien. Bila
ada muntah/darah atau benda lain di mulut klien, keluarkan segera
2) Adanya Distress pernafasan
3) Kemungkinan fraktur servikal
(sengatan listrik akibat gerakan yang terjadi saat tersetrum)
4) Telentangkan posisi klien, tekuk
kepalanya ke belakang, tarik rahangnya ke depan agar lidah tidak menutup lubang
tenggorokan.
b. Breathing
Memastikan
pasien masih bernafas atau sudah tidak bernafas, diantarannya dengan 3 cara:
1) LOOK: lihat ada trauma, lihat pergerakan
dada, irama, kedalaman, simetris atau tidak:
a) Kesadaran akan menurun / agitasi
Agitasi → Hipoksemia Karena sumbatan
jalan nafas
Penurunan kesadaran → Hiperkarbia
yang disebabkan oleh hipoventilasi akibat sumbatan jalan nafas.
b)
Pergerakan dada dan perut
Normalnya kedua bergerak sama –
sama, kalau ada sumbatan jalan nafas keduanya bergerak berlawanan.
c)
Retraksi sela iga, supra klavikula / subkostal
d)
Cyanosis sebagai tanda adanya hipoksemia
e)
Deformitas daerah yang patah
2) LISTEN: dengarkan suara nafas dengan
stetoskop
Adanya
suara nafas tambahan yang didengar, berupa :
a)
Dengkuran ( SNORING ) → Lidah yang menutup orofaring
b)
Kumuran ( GURGLING ) → Sekret, darah, muntahan
c)
Siulan ( CROWING ) → Penyempitan karena spasme, edema atau
pendesakan
3) FEEL: rasakan adanya hembusan nafas
dari hidung
Meraba
hawa ekspirasi dari hidung / mulut dan raba getaran di leher
4) Pemberian oksigen secara manual
Jika Anda menemukan korban dalam keadaan tidak bernapas,
segera beri napas bantuan, telentangkan
si korban, tekuk kepalanya ke belakang, buka mulut dan tarik nafas , kemudian
tutup mulut dan tiupkan udara ke mulut korban sekuat-kuatnya sampai rongga
paru-paru terangkat, pijit hidungnya agar udara yang ditiupkan tidak keluar,
amati turunnya dada kembali, faktor penentu adalah kecepatan dalam bertindak,
karena itu 3 atau 4 kali peniupan pertama dilakukan secepat mungkin, penipuan
selanjutnya diulang lebih kuarng 10 kali setiap menit.
c. Circulation
1) Memastikan ada tidaknya denyut nadi
karotis, radialis, brakhialis, femoralis, dorsadipedis
2) Ada tidaknya perdarahan eksternal. Tutupi titik luka bakar
yang terjadi akibat masuk dan keluarnya arus listrik pada tubuh karena bisa
mempercepat pengurangan cairan dalam tubuh. Gunakan kain, perban atau benda
apapun yang bersifat tidak mengantarkan panas.
3)
Pola Nadi
B. Secondary survey
1. Penatalaksanaan sindrom termal
Menurut Brunner & Suddarth
(1996),penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah :
a.
Pemberian cairan dan elektrolit
untuk mengembalikan kekurangan cairan pada klien
b.
Pencairan dalam air hangat (40° C
sampai 42° C) selama 10-30 menit sampai ekstremitas melunak dan kemerahan.
c.
Analgesik opioid parenteral
(misalnya Morfin 0,1 mg/kg iv) untuk mengurangi nyeri
d.
Jika ada ketidakstabilan
kardiovaskular, dibutuhkan pemanasan yang lebih agresif (bilas lambung, kandung
kemih, lavase peritoneal dan pleural). Temperatur cairan bilas bisa sampai 42°
C (107° F).
e.
Pada fibrilasi ventrikular
dilakukan defibrillasi sampai temperatur 30° C (86T), meskipun 3 countershock
hares diukur.
f.
Pemanasan kembali melalui sirkuit
ekstrakorporal merupakan metode pilihan pada pasien hipotermia berat dalam
henti jantung. Jika perlengkapan tidak tersedia, resusitasi trakeostomi dan
pijat jantung dalam dan bilas mediastinal merupakan alternatif yang dapat
diterima.
g.
Semua pasien dengan firosbite
superficial terlokalisir atau hipotermia sedang dapat dirujuk ke RS. Pasien
tidak dirawat, mereka bisa kembali pada lingkungan yang hangat.
Jika terdapat luka hal yang perlu kita lakukan adalah
sebagai berikut :
a. Luka
dikaki ditangani dengan pengangkatan, penghangatan, dan pembalutan jari yang
luka. Nifedipin 20 mg per oral 3 kali sehari., kortikosteroid topical
prednisone, dan prostaglandin E1 (limaprost 20 mg per oral 3b kali sehari )
dapat membantu.
b. Pemanasan
cepat dengan air yang mengalir pada suhu 42oC (1070F)selama
10-30 menit pada ekstermitas yang mengalami frobite.
Pasien bisa diberi narkotik, ibuprofen, dan aloevera. Pemberian
penicillin E 500.000 u setiap 6 jam selama 48 -72 jam memperlihatkan hasil yang
baik.
c. Luka bersih banyak
mengandung prostaglandin dan tromboksan dapat dibersihkan atau diaspirasi. Luka
yang berdarah seharusnya dibersihkan dan dirapikan kembali.
d. Teknik penghangatan
termasuk penghangatan pasif, penghangatan aktif eksternal, dan penghangatan
perawatan aktif.
e. Pasien dengan
hipotermia sedang dapat diatasi dengan penghangatan pasif dengan cara
memindahkannya dari lingkungan dingin dan menggunakan selimut kolasi.
f. Pasien dengan
hipotermia berat, sebaiknya dipantau dengan pilse oxymetri
g. Perhatikan jalan
nafas, pernafasan, dan jantung. Bila tidak ada gangguan kardiovaskular,
penghangatan aktif vaskular dapat diterapkan (radiasi panas, selimut hangat,
dan objek yang dipanaskan) dengan cairan hangat IV dan oksigen yang
dihangatkan.
2.
Secondary survey sengatan listrik
Menurut Long, Barbara
C, 1996.Penatalaksanaan awal sebelum penderita ditangani adalah
tentunya memutuskan sumber arus listriknya .Bisa dengan mematikan peralatan
yang menjadi sumber setruman atau langsung dari stop kontak.
Menurut Aru W, dkk. 2009
a. Airway,
breathing dan sirkulasi harus diperbaiki, mobilisasi spinal
harus diperhatikan karena potensial terjadi trauma spinal.
b. Pemberian
O2 tekanan tinggi dengan masker.
c. Monitor
jantung, pulse oksimetri, pemantauan tekanan darah non invasive.
d. Fibrilisasi
ventrikel, asistolik atau takikardi ventricular dapat diterapkan dengan
protocol standar ACLS. Disritmia sering timbul tapi tidak membutuhkan tindakan
langsung.
e. Cairankristoloidivdengan
bolus inisial 20-40 ml/kg setela hsatu jam pertama. Perbaikan cairan tergantung
pada luasnya luka bakar pasien. Untuk mengukur output urine digunakan kateter Foley
pada kasus berat.
f. Jika
terjadi rabdomiolisis, lebih banyak dibutuhkan cairan untuk mencegah gagal ginjal.
g. Profilaksis
tetanus sebaiknya diberikan.
h. Antibiotic
profilaksis tidak penting sekali, kecuali bila ditemukan luka terbakar yang besar.
i.
Kejang diobati dengan
terapi standar.
j.
Fraktur dan luksasi
setepat mungkin dikurangi
k. Luka
bakar pada kulit dapat diobati dengan silver
sulfadiazine sesudah dibersihkan.
l.
Konsultasi dengan
dokter bedah umum bila terjadi luka jaringan yang dalam dan luas. Pasien di
atas membutuhkan eksplorasi luka bakar, debridemen, fasiotomi, dan perawatan cukup
lama. Anak-anak dengan luka local dapat dievaluasi dengan spesialis ENT atau
bedah plastic. Wanita hamil yang mengalami sengatan listrik membutuhkan konsultasikan
dungan untuk penanganan dan monitor janin. Pasien dengan sengatan listrik yang
berat dapat diisolasi di unit luka bakar atau pusat trauma.
m. Anak-anak
yang mengalami luka local yang terlokalisir atau luka pada tangan dapat
dipulangkan. Orang tuanya harus diberi instruksi untuk mengontrol pendarahan arteri
labialis yang dapat timbul kemudian.
n. Pasien
yang mengalami sengatan listrik 110-220V tanpa gejala/luka. EKG normal dan pemeriksaan
fisik normal dapat dipulangkan.
C.
ASUHAN
KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang
gerak pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
b.
Sirkulasi:
Tanda
(dengan cedera pada sengatan listrik dan sindrom thermal lebih dari 20%):
hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera;
vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok
listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik);
c.
Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan,
kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal,
menarik diri, marah.
d.
Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase
darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan
kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan
ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar
kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik
gastrik.
e.
Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
f.
Neurosensori:
Gejala:
area batas; kesemutan.
Tanda:
perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada
cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal;
kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur
membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
g.
Nyeri/kenyamanan:
Gejala:
Berbagai nyeri; contoh sengatan listrik derajat pertama secara eksteren
sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; ketebalan
sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada tubuh ketebalan derajat
kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; sengatan listrik dan sindrom
thermal derajat tiga tidak nyeri.
h.
Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama
(kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum;
ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya sengatan listrik disekitar
lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan
laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor
(oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
i.
Keamanan:
Tanda: Kulit
umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari
sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.Area kulit tak
terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada
adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.
Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih
sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka
aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal
tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.
Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor,
kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik)
2. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Marilynn E. Doenges dalam
Nursing care plans, Guidelines for planning and documenting patient care
mengemukakan beberapa diagnosa keperawatan sebagai berikut :
a.
Resiko tinggi bersihan jalan
nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi trakeabronkial;edema mukosa dan
hilangnya kerja silia. Sengatan listrik telah mennyebar pada daerah leher; kompresi jalan
nafas thorak dan dada atau keterdatasan pengembangan dada.
b.
Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui rute abnormal.
Peningkatan
kebutuhan: status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan.
c.
Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen
torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.
d.
Nyeri berhubungan
dengan kerusakan
kulit/jaringan; pembentukan edema.
1. INTERVENSI
MenurutMarylin E. Doenges. (2000),
RencanaAsuhanKeperawatanpadakliendengannsindrom thermal
dansengatanlistrikdalahsebagaiberikut:
No
|
DiagnosaKeperawatan
|
TujuandanKriteriaHasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Resiko tinggi bersihan jalan
nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi trakeabronkial;edema mukosa
dan hilangnya kerja silia. Sengatanlistriktelahmennyebarpadadaerah leher; kompresi jalan nafas thorak dan
dada atau keterdatasan pengembangan dada.
|
Setelahdilakukanperawatan
2x24 jam, bersihanjalannafaskembaliefektifdengankriteriahasil :
-
Bunyi nafas vesikuler
-
RR dalam batas normal
(18-23 x/menit)
-
Bebas dispnoe/cyanosis.
|
1.
Awasifrekuensi,
irama, kedalamanpernafasan ;perhatikanadanyapucat/sianosisdan sputum
mengandungkarbonataumerahmuda.
2.
Auskultasiparu,
perhatikan stridor, mengi/gemericik, penurunanbunyinafas, batukrejan.
3.
Perhatikanadanyapucatatauwarnabuahcerimerahpadakulit
yang cidera
4.
Dorongbatuk/latihannafasdalamdanperubahanposisisering.
5.
Awasi 24
jamkeseimbngancairan, perhatikanvariasi/perubahan.
6.
Lakukan program kolaborasi meliputi :
·
Berikanpelembab
O2melaluicara yang tepat, contoh masker wajah
·
Awasi/gambaranseri
GDA
|
1.
Takipnea,
penggunaanototbantu, sianosisdanperubahan sputum menunjukkanterjadi distress
pernafasan/edema parudankebutuhanintervensimedik.
2.
Obstruksijalannafas/distrespernafasandapatterjadisangatcepatataulambatcontohsampai
48 jam setelahterbakar.
3.
Dugaanadanyahipoksemiaataukarbonmonoksida.
4.
Meningkatkanekspansiparu,
memobilisasidandrainasesekret.
5.
Perpindahancairanataukelebihanpenggantiancairanmeningkatkanrisiko
edema paru. Catatan :Cederainhalasimeningkatkankebutuhancairansebanyak
35% ataulebihkarena edema.
6.
·
O2memperbaikihipoksemia/asidosis.
Pelembabanmenurunkanpengeringansaluranpernafasandanmenurunkanviskositas
sputum.
·
Data
dasarpentinguntukpengkajianlanjut status pernafasandanpedomanuntukpengobatan.
PaO2kurangdari 50, PaCO2lebihbesardari 50 danpenurunan
pH menunjukkaninhalasiasapdanterjadinya pneumonia/SDPD.
|
2.
|
Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengankehilangan cairan melalui rute abnormal.
Peningkatankebutuhan:
status hypermetabolik, ketidakcukupanpemasukan.
|
Setelahdilakukanperawatan
2x24 jam, volume cairanterpenuhidengankriteriahasil :
-
Tidak ada manifestasi dehidrasi,
-
Resolusi oedema,
-
Elektrolit serum dalam batas normal,
-
Haluaran urine di atas 30 ml/jam.
|
1.
Awasi tanda vital, CVP. Perhatikan kapiler dan kekuatan nadi perifer.
2.
Awasi pengeluaran urine dan berat jenisnya. Observasi warna urine dan
hemates sesuai indikasi.
3.
Timbang berat badan setiap hari
4.
Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar tiap hari sesuai indikasi
5.
Lakukan program kolaborasi meliputi :
·
Berikan penggantian cairan IV yang dihitung, elektrolit, plasma, albumin.
·
Awasi hasil pemeriksaan laboratorium ( Hb, elektrolit, natrium ).
|
1.
Memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon
kardiovaskuler.
2.
Penggantian cairan dititrasi untuk meyakinkan rata-2 pengeluaran urine
30-50 cc/jam pada orang dewasa. Urine berwarna merah pada kerusakan otot
masif karena adanyadarah dan keluarnya mioglobin.
3.
Penggantian cairan tergantung pada berat badan pertama dan perubahan
selanjutnya
4.
Memperkirakanluasnyaoedema/perpindahancairan
yang mempengaruhi volume sirkulasidanpengeluaran urine.
5.
·
Resusitasi cairan menggantikan kehilangan cairan/elektrolit dan membantu
mencegah komplikasi.
·
Mengidentifikasi kehilangan darah/kerusakan SDM dan kebutuhan penggantian
cairan dan elektrolit.
|
3.
|
Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen
torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.
|
Setelahdilakukanperawatan
2x24 jam, tidakterjadipertukaran gas dengankriteriahasil :
-
RR 12-24 x/mnt, warna kulit normal
-
GDA dalam renatng normal
-
Bunyi nafas bersih
-
Tidak ada kesulitan bernafas
|
1.
Pantau laporan GDA dan kadar karbon monoksida serum.
2.
Berikan suplemen oksigen pada tingkat yang ditentukan. Pasang atau bantu
dengan selang endotrakeal dan temaptkan pasien pada ventilator mekanis sesuai
pesanan bila terjadi insufisiensi pernafasan (dibuktikan dnegna hipoksia,
hiperkapnia, rales, takipnea dan perubahan sensorium).
3.
Anjurkan pernafasan dalam dengan penggunaan spirometri insentif setiap 2
jam selama tirah baring.
4.
Pertahankan posisi semi fowler, bila hipotensi tak ada.
5.
Untuk luka bakar sekitar torakal, beritahu dokter bila terjadi dispnea
disertai dengan takipnea. Siapkanpasienuntukpembedahaneskarotomisesuaipesanan.
|
1.
Mengidentifikasi kemajuan dan penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
Inhalasi asap dapat merusak alveoli, mempengaruhi pertukaran gas pada membran
kapiler alveoli.
2.
Suplemen oksigen meningkatkan jumlah oksigen yang tersedia untuk
jaringan. Ventilasi mekanik diperlukan untuk pernafasan dukungan sampai pasie
dapat dilakukan secara mandiri.
3.
Pernafasan dalam mengembangkan alveoli, menurunkan resiko atelektasis.
4.
Memudahkan ventilasi dengan menurunkan tekanan abdomen terhadap
diafragma.
5.
Luka bakar sekitar torakal dapat membatasi ekspansi adda. Mengupas kulit
(eskarotomi) memungkinkan ekspansi dada.
|
4.
|
Nyeri berhubungan
dengan kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema.
|
Setelahdilakukanperawatan
2x24 jam, nyeriberkurangatauhilangdengankriteriahasil :
-
Menyangkal nyeri,
-
Melaporkan perasaan nyaman,
-
Ekspresi wajah dan postur tubuh rileks
|
1.
Berikan anlgesik narkotik yang diresepkan prn dan sedikitnya 30 menit
sebelum prosedur perawatan luka. Evaluasi keefektifannya. Anjurkan analgesik
IV bila luka bakar luas.
2.
Pertahankan pintu kamar tertutup, tingkatkan suhu ruangan dan berikan
selimut ekstra untuk memberikan kehangatan.
3.
Berikan ayunan di atas temapt tidur bila diperlukan.
4.
Bantu dengan pengubahan posisi setiap 2 jam bila diperlukan. Dapatkan
bantuan tambahan sesuai kebutuhan, khususnya bila pasien tak dapat membantu
membalikkan badan sendiri.
|
1.
Analgesik narkotik diperlukan utnuk memblok jaras nyeri dengan nyeri
berat. Absorpsi obat IM buruk pada pasien dengan luka bakar luas yang
disebabkan oleh perpindahan interstitial berkenaan dnegan peningkatan
permeabilitas kapiler.
2.
Panas dan air hilang melalui jaringan luka bakar, menyebabkan hipoetrmia.
Tindakan eksternal ini membantu menghemat kehilangan panas.
3.
Menururnkan neyri dengan mempertahankan berat badan jauh dari linen
temapat tidur terhadap luka dan menuurnkan pemajanan ujung saraf pada aliran
udara.
4.
Menghilangkan tekanan pada tonjolan tulang dependen. Dukungan adekuat
pada luka bakar selama gerakan membantu meinimalkan ketidaknyamanan.
|
COMMENTS