BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem pernafasan adalah suatu sistem yang vital bagi kehidupan seluruh manusia, dan sist...
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem pernafasan adalah suatu sistem yang vital bagi kehidupan seluruh manusia,
dan sistem ini terdiri dari beberapa organ untuk menjalankan sebuah sistem
tersebut. Tapi bagaimana apabila beberapa atau salah satu dari organ tersebut
mengalami gangguan, tentu saja ini akan mempengaruhi dari kerja sistem
pernafasan. Dan salah satu dari penyakit yang menyerang salah satu dari organ
dari sistem pernafasan tersebut tersebut adalah rhinitis, yang menyerang pada
organ saluran pernafasan atas yaitu hidung.
Rhinitis berasal dari kata “rhino” yang artinya hidung, dan “itis”
yang artinya peradangan. Jadi rhinitis adalah gangguan peradangan pada selaput mukosa/lendir
hidung.Sebagian besar rhinitis disebabkan oleh proses alergi,
namun rhinitis bisa juga disebabkan karena hipersensitivitas saraf-saraf di
sekitar hidung, misalnya terhadap perubahan cuaca, perubahan kelembaban udara,
dan lain-lain. Rhinitis jenis ini disebut rhinitis vasomotor. Rhinitis
jenis ini tidak mempan diobati dengan obat anti alergi. (Zullies Ikawati, 2010
)
Alergi hidung termasuk rhinitis
didalamnya,
menyerang 20% dari populasi anak-anak dan dewasa muda di Amerika Utara dan
Eropa Barat. Di tempat lain, prevalensinya terlihat lebih rendah, terutama pada negara-negara yang
kurang berkembang. Di Indonesia sendiri, angka kejadian rhinitis alergi yang pasti
belum diketahui karena sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian
multisenter. Prevalensi rhinitis alergi perenial di Jakarta besarnya sekitar 20
%, sedangkan menurut Sumarman dan Haryanto, di daerah padat penduduk kota
Bandung menunjukkan 6,98 %, di mana prevalensi pada usia 12-39 tahun.
Berdasarkan survei dari ISAAC (International Study of Asthma and Allergies in
Childhood), pada siswa SMP umur 13-14 tahun di Semarang tahun 2001-
2002, prevalensi rinitis alergi sebesar 18%. (Faculty of Medicine-University
of Riau, 2010 ).
Bagaimana pun juga, rhinitis harus dipikirkan sebagai keadaan yang cukup
serius karena dapat mempengaruhi kualitas hidup penderita akibat beratnya
gejala yang dialami dan juga dapat menyebabkan berbagai komplikasi. Penderita
akan mengalami keterbatasan dalam aktifitas sehari-hari, sering meninggalkan
sekolah atau pekerjaannya, dan menghabiskan biaya yang besar bila menjadi
kronis. Di Amerika Serikat rinitis alergik misalnya mengakibatkan kehilangan
811.000 hari kerja setiap tahun (krouse , 2008). Karyawan penderita alergi yang
masuk kerja produktivitasnya menurun akibat gejala penyakit maupun pengaruh
efek samping terapi. Mereka mengeluh mudah lelah, sulit berkonsentrasi dan
sakit kepala. Begitu pula bagi para kalangan belajar, gejala-gejala yang timbul
dari rhinitis ini akan mengakibatkan sangat terganggunya proses belajar mereka
di sekolah.
Rhinitis juga dipengaruhi lingkungan dari faktor allergen. Penyakit ini
masih sering disepelekan, untuk itu perlu diberikan beberapa informasi agar
penderita tidak terlalu meremehkan dan dapat mengetahui berbagai upaya untuk
mengurangi gejala dan mencegah komplikasi.
Berdasarkan uraian diatas tentang rhinitis, kelompok tertarik untuk
membahas tentang penyakit rhinitis pada infeksi saluran pernafasan atas ini
lebih mendalam dalam sebuah makalah sehingga mahasiswa dan mahasiswi agar
mengetahui bagaimana jika terjadi infeksi saluran pernafasan atas berupa
rhinitis pada hidungnya maupun jika mendapatkan klien dengan infeksi saluran
pernafasan atas; Rhinitis dapat melakukan asuhan keperawatan terhadap klien
dengan baik dan benar.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang penyakit infeksi saluran
pernfasan atas: Rhinitis dan memenuhi tugas mata kuliah sistem respirasi
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tentang penyakit rhinitis
b. Mengetahui perjalanan penyakit rhinitis
c. Mengetahui komplikasi rhinitis
d. Mengetahui asuhan keperawatan penyakit rhinitis
C.
Ruang Lingkup Penulisan
Pada makalah ini, kelompok membatasi ruang lingkup penulisan yaitu
konsep dasar tentang penyakit infeksi saluran pernafasan atas; rhinitis, yang
terbagi atas rhinitis alergi dan rhinitis non-alergi, serta asuhan keperawatan
klien dengan rhinitis.
D.
Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini, kelompok menggunakan metode
deskriftif yaitu dengan menggambarkan konsep dasar tentang infeksi saluran
pernafasan atas; Rhinitis dan asuhan keperawatan klien dengan penyakit
rhinitis, dengan melakukan tinjauan terhadap beberapa referensi baik melalui
buku literatur yang terdapat di perpustakaan maupun melalui media informasi
online (internet).
E.
Sistematika Penulisan
Penulisan makalah ini terdiri dari 4 bab yang meliputi :
BAB I: Pendahuluan : Latarbelakang, Tujuan
penulisan, Ruang lingkup, Metode penulisan, Sistematika penulisan,
BAB II: Tinjauan teoritis : konsep dasar penyakit
rhinitis, klasifikasi rhinitis alergi dan non-alergi, penyebab, manifestasi,
patofisiologi, dan lain-lain.
BAB III: Asuhan Keperawatan Klien dengan infeksi
saluran pernafasan atas; rhinitis.
BAB IV: Penutup :
Kesimpulan dan Saran.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. ANATOMI & FISIOLOGI RESPIRASI
( Gambar. 2.1. Anatomi Pernafasan
( Sumber : Wirawan : 2010 )
Respirasi
adalah sebuah proses pertukaran
gas, yaitu oksigen (O²) yang dibutuhkan tubuh untuk metabolisme sel dan karbondioksida
(CO²) yang dihasilkan dari metabolisme tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui
paru.Menurut
Price SA & Wilson LM, 1998, sistem respirasi ini terdiri dari:
1. Saluran Nafas Bagian Atas
Pada bagian ini udara yang masuk ke tubuh dihangatkan,
disaringdan
dilembabkan.
a. Rongga hidung
Udara
yang dihirup melalui hidung akan mengalami tiga hal :
1) Dihangatkan
2) Disaring
3) Dan dilembabkan
Yang
merupakan fungsi utama dari selaput lendir respirasi ( terdiri dari : Psedostrafied
ciliated columnar epitelium yang berfungsi menggerakkan partikel partikel
halus kearah faring sedangkan partikel yang besar akan disaring oleh bulu
hidung, sel golbet dan kelenjar serous yang berfungsi melembabkan udara
yang masuk,pembuluh darah yang berfungsi menghangatkan udara). Ketiga hal
tersebut dibantu dengan concha.
Gambar. 2.2. Rongga Hidung
( Sumber :Price
& Wilson 1998 )
b. Nasofaring
(terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius)
c. Orofaring
(merupakan pertemuan rongga mulut denganfaring,terdapatpangkal lidah)
d.Laringofaring(terjadi
persilangan antara aliran udara dan aliranmakanan)
2. Saluran
Nafas Bagian Bawah
Bagian
ini menghantarkan udara yang masuk dari saluran bagian atas kealveoli.
a. Laring
Terdiri dari tiga struktur yang penting
1) Tulang rawan krikoid
2) Selaput/pita suara
3) Epilotis
4) Glotis
b. Trakhea
Merupakan pipa silider dengan panjang ± 11 cm,
berbentuk ¾ cincin tulang rawanseperti hurufC.
Bagian belakang dihubungkan oleh membran
fibroelastic menempel pada dinding depan usofagus.
c. Bronkhi
Merupakan percabangan trakhea kanan dan
kiri. Tempat percabangan ini disebutcarina.Brochus
kanan lebih pendek, lebar dan lebih dekat dengan trachea.
Bronchus kanan
bercabang menjadi : lobus superior, medius, inferior. Brochuskiri
terdiri dari : lobus superior dan inferior
d. Alveoli
Terdiri dari : membran alveolar dan ruang interstisial.
Membran alveolar :
1) Small alveolar cell dengan ekstensi ektoplasmik ke arah rongga
alveoli
2) Large alveolar cell mengandung inclusion
bodies yang menghasilkan surfactant.
3) Anastomosing capillary, merupakan system vena dan arteri
yang saling berhubungan langsung, ini terdiri dari : sel endotel, aliran
darah dalam rongga endotel
4) Interstitial space merupakan ruangan yang dibentuk oleh : endotel
kapiler,epitel alveoli, saluran limfe, jaringan kolagen dan
sedikit serum.
e. Paru
Merupakan jalinan atau susunan bronhus
bronkhiolus, bronkhiolus terminalis,bronkhiolus respiratoty, alveoli,
sirkulasi paru, syaraf, sistem limfatik.
B. KONSEP DASAR PENYAKIT
Rhinitis
adalah istilah medis yang menggambarkan iritasi dan peradangan daerah internal
hidung. Gejala utama rhinitis adalah rhinore hidung. Ini disebabkan oleh
peradangan kronis atau akut membran mukosa hidung oleh alergi, bakteri, atau
iritasi.Peradangan mengakibatkan penghasilan jumlah lendir yang berlebihan,
umumnya menghasilkan sekret, serta hidung tersumbat dan post-nasal tetes.
(Behrman , 2000).
Rhinitis
adalah suatu kondisi peradangan yang terjadi pada rongga hidung. Rhinitis
dibagi lagi menjadi 2 macam yaitu rhinitis alergi dan rhinitis non alergi.(dr.
Lim Seh Guan , 2011)
Berdasarkan
pengertian-pengertian diatas tentang
rhinitis, dapat ditarik kesimpulan bahwa rhinitis adalah suatu penyakit
yang terjadi pada membran mukosa internal hidung, yang disebabkan oleh alergi,
bakteri, maupun lingkungan. Dan rhinitis terbagi atas dua macam, yaitu rhinitis
alergi dan rhinitis non alergi.
1. Rhinitis alergi
a. Pengertian
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi mukosa saluran hidung yang
disebabkan oleh alergi terhadap partikel, seperti: debu, asap, serbuk/tepung
sari yang ada di udara. (
Behrman,2000 )
Rhinitis alergi Adalah istilah umum yang digunakan untuk menunjukkansetiap
reaksi alergi mukosa hidung, dapat terjadi bertahun-tahun atau musiman.
(Dorland,2002 )
Gambar.2.3.
Hidung normal dan rhinitis alergi
( Sumber : Nucleus
Medical Art, Inc. : 2008 )
b. Klasifikasi
Berdasarkan waktunya, Rhinitis
Alergi dapat di golongkan menjadi:
1) Rinitis alergi musiman (Hay
Fever)
Biasanya terjadi pada musim semi.Umumnya disebabkan kontak dengan allergen
dari luar rumah, seperti benang sari dari tumbuhan yang menggunakan angin untuk
penyerbukannya, debu dan polusi udara atau asap.
a) Gejala:
Hidung, langit-langit mulut,
tenggorokan bagian belakang dan mata terasa gatal, baik secara tiba-tiba maupun
secara berangsur-angsur. Biasanya akan diikuti dengan mata berair,
bersin-bersin dan hidung meler. Beberapa penderita mengeluh sakit kepala, batuk
dan mengi (bengek); menjadi mudah tersinggung dan deperesi; kehilangan nafsu
makan dan mengalami gangguan tidur. Terjadi peradangan pada kelopak mata bagian
dalam dan pada bagian putih mata (konjungtivitis). Lapisan hidung
membengkak dan berwarna merah kebiruan, menyebabkan hidung meler dan hidung
tersumbat.
b) Pengobatan khusus
Pengobatan awal untuk rinitis
alergika musiman adalah antihistamin.
Pemberian antihistamin kadang disertai dengan dekongestan (misalnya pseudoephedrine atau fenilpropanolaminn) untuk melegakan hidung tersumbat. Pemakaian dekongestan pada penderita tekanan darah tinggi harusdiawasisecara ketat.
Pemberian antihistamin kadang disertai dengan dekongestan (misalnya pseudoephedrine atau fenilpropanolaminn) untuk melegakan hidung tersumbat. Pemakaian dekongestan pada penderita tekanan darah tinggi harusdiawasisecara ketat.
Bisa juga diberikan obat semprot
hidung natrium kromolin; efeknya terbatas pada hidung dan tenggorokan bagian
belakang. Jika pemberian antihistamin dan kromolin tidak dapat mengendalikan gejala-gejala, maka diberikan obat
semprot kortikosteroid.
Jika obat semprot kortikosteroid
masih juga tidak mampu meringankan gejala, maka diberikan kortikosteroid
per-oral selama kurang dari 10 hari.
2) Rinitis alergi yang terjadi terus
menerus (perennial)
Disebabkan bukan karena musim tertentu ( serangan yang terjadi sepanjang
masa (tahunan)) diakibatkan karena kontak dengan allergen yang sering berada di
rumah misalnya kutu debu rumah, bulu binatang peliharaan serta bau-bauan yang
menyengat.
a) Gejala
Hidung, langit-langit mulut,
tenggorokan bagian belakang dan mata terasa gatal, baik secara tiba-tiba maupun
secara berangsur-angsur. Biasanya akan diikuti dengan mata berair,
bersin-bersin dan hidung meler. Beberapa penderita mengeluh sakit kepala, batuk
dan mengi (bengek); menjadi mudah tersinggung dan deperesi; kehilangan nafsu
makan dan mengalami gangguan tidur. Jarang terjadi konjungtivitis.
Lapisan hidung membengkak dan berwarna merah kebiruan, menyebabkan hidung meler
dan hidung tersumbat. Hidung tersumbat bisa menyebabkan terjadinya penyumbatan tuba
eustakius di telinga, sehingga terjadi gangguan pendengaran, terutama pada
anak-anak. Bisa timbul komplikasi berupa sinusitis (infeksi sinus) dan polip
hidung.
b) Pengobatan khusus
Pengobatan awal untuk rinitis
alergika musiman adalah antihistamin.
Pemberian antihistamin kadang disertai dengan dekongestan (misalnya pseudoefedrin atau fenilpropanolaminn) untuk melegakan hidung tersumbat. Pemakaian dekongestan pada penderita tekanan darah tinggi harus diawasi secara ketat.
Pemberian antihistamin kadang disertai dengan dekongestan (misalnya pseudoefedrin atau fenilpropanolaminn) untuk melegakan hidung tersumbat. Pemakaian dekongestan pada penderita tekanan darah tinggi harus diawasi secara ketat.
Bisa juga diberikan obat semprot
hidung natrium kromolin; efeknya terbatas pada hidung dan tenggorokan bagian
belakang. Jika pemberian antihistamin dan kromolin tidak dapat mengendalikan gejala-gejala, maka
diberikan obat semprot kortikosteroid; tidak dianjurkan untuk memberikan
kortikosteroidper-oral (melalui mulut).
Obat tetes atau obat semprot
hidung yang mengandung dekongestan dan bisa diperoleh tanpa resep
dokter, sebaiknya digunakan tidak terlalu lama karena bisa memperburuk atau
memperpanjang peradangan hidung. Kadang perlu dilakukan pembedahan untuk
membuang polip atau pengobatan terhadap infeksi sinus.
Seseorang dapat mengalami rhinitis kombinasi antara
dua jenis tersebut. Masih ada satu lagi jenis rhinitis alergi, yaitu : Rhinitis
alergi occupational adalah Rhinitis yang terkait dengan pekerjaan. Paparan
allergen didapat di tempat bekerja. Biasanya dialami oleh orang yang bekerja
dekat dengan binatang. (Sheikh, 2008).
c. Etiologi
Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang
diawali oleh dua tahap sensitisasi yang diikuti oleh reaksi alergi. Reaksi
alergi terdiri dari dua fase yaitu :
1) Immediate Phase Allergic Reaction, Berlangsung sejak kontak dengan allergen hingga 1
jam setelahnya
2) Late Phase Allergic Reaction, Reaksi yang berlangsung pada dua hingga empat jam
dengan puncak 6-8 jam setelah pemaparan dan dapat berlangsung hingga 24 jam.
Berdasarkan cara masuknya, allergen – allergen dari rhinitis alergi terbagi
atas:
1) Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara
pernafasan, misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang
serta jamur
2) Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna,
berupa makanan, misalnya susu, telur, coklat, ikan dan udang
3) Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya
penisilin atau sengatan lebah
4) Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan
kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasan.
Gambar. 2.4. Alergen dan alergi
( Sumber : Healtwise,Inc. , 2010 )
Dengan masuknya allergen ke dalam tubuh, reaksi
alergi dibagi menjadi tiga tahap besar :
1) Respon Primer,terjadi eliminasi dan pemakanan
antigen, reaksi non spesifik
2) Respon Sekunder,reaksi yang terjadi spesifik, yang
membangkitkan system humoral, system selular saja atau bisa membangkitkan kedua
system terebut, jika antigen berhasil dihilangkan maka berhenti pada tahap ini,
jika antigen masih ada, karena defek dari ketiga mekanisme system tersebut maka
berlanjut ke respon tersier
3) Respon Tersier ,Reaksi imunologik yang tidak
meguntungkan
d. Manifestasi Klinis
1) Bersin berulang-ulang, terutama
setelah bangun tidur pada pagi hari (umumnya bersinlebih dari 6 kali).
2) Hidung tersumbat.
3) Hidung meler. Cairan yang keluar dari hidung meler
yang disebabkan alergi biasanya bening dan encer, tetapi dapat menjadi kental
dan putih keruh atau kekuning-kuningan jika berkembang menjadi infeksi hidung
atau infeksi sinus.
4) Hidung gatal dan juga sering
disertai gatal pada mata, telinga dan tenggorok.
5) Badan menjadi lemah dan tak
bersemangat.
e. Patofisiologi
Tepung sari yang dihirup, spora jamur,
dan antigen hewan di endapkan pada mukosa hidung. Alergen yang larut dalam air
berdifusi ke dalam epitel, dan pada individu individu yang kecenderungan atopik
secara genetik, memulai produksi imunoglobulin lokal (Ig ) E.Pelepasan mediator
sel mast yang baru, dan selanjutnya, penarikan neutrofil, eosinofil, basofil,
serta limfosit bertanggung jawab atas terjadinya reaksi awal dan reaksi fase
lambat terhadap alergen hirupan. Reaksi ini menghasilkan mukus, edema, radang,
gatal, dan vasodilatasi. Peradangan yang lambat dapat turut serta menyebabkan
hiperresponsivitas hidung terhadap rangsangan nonspesifik suatu pengaruh
persiapan. (Behrman, 2000).
Skema. 2.1. Patofisiologi Rhinitis
Alergi
Tepung sari
|
Antigen hewan
|
Spora jamur
|
Mukosa Hidung
|
Alergen yang larut dalam air
|
Epitel
|
Individu yang kecenderungan Atopik secara genetik
|
Produksi Imunoglobulin lokal
|
Pelepasan mediator sel mast
|
neutrofil, eosinofil,
basofil, serta limfosit
|
mukus
|
edema
|
radang
|
gatal
|
Vasodilatasi
|
Cemas
|
KetidakefektifanJalan Nafas
|
Gangguan Pola Istirahat
|
Gangguan Konsep Diri
|
(Sumber :
Behrman , 2000 )
f. Penatalaksanaan
1) Hindari kontak & eliminasi,
Keduanya merupakan terapi paling ideal. Hindari kontakdengan alergen penyebab,
sedangkan eliminasi untuk alergen ingestan(alergimakanan).
2) Simptomatik : Terapi
medikamentosa yaitu antihistamin, dekongestan dankortikosteroid
a) Antihistamin
Antihistamin
yang sering digunakan adalah antihistamin oral. Antihistamin oraldibagi menjadi
dua yaitu generasi pertama (nonselektif) dikenal juga sebagai antihistamin
sedatif serta generasi kedua (selektif) dikenal juga sebagai antihistamin
nonsedatif.
Efek
sedative antihistamin sangat cocok digunakan untuk pasien yang mengalami
gangguan tidur karena rhinitis alergi yang dideritanya. Selain itu efek samping
yang biasa ditimbulkan oleh obat golongan antihistamin adalah efek
antikolinergik seperti mulut kering, susah buang air kecil dan konstipasi. Penggunaan
obat ini perlu diperhatikan untuk pasien yang mengalami kenaikan tekanan
intraokuler, hipertiroidisme, dan penyakit kardiovaskular.
Antihistamin
sangat efektif bila digunakan 1 sampai 2 jam sebelum terpapar allergen.
Penggunaan antihistamin harus selalu diperhatikan terutama mengenai efek
sampingnya. Antihistamin generasi kedua memang memberikan efek sedative yang
sangat kecil namun secara ekonomi lebih mahal.
b) Dekongestan
Dekongestan
topical dan sistemik merupakan simpatomimetik agen yang beraksi pada reseptor
adrenergic pada mukosa nasal, memproduksi vasokonstriksi. Topikal dekongestan
biasanya digunakan melalui sediaan tetes atau spray. Penggunaan dekongestan
jenis ini hanya sedikit atau sama sekali tidak diabsorbsi secara sistemik
(Dipiro, 2005). Penggunaan obat ini dalam jangka waktu yang lama dapat
menimbulkan rhinitis medikamentosa (rhinitis karena penggunaan obat-obatan).
Selain itu efek samping yang dapat ditimbulkan topical dekongestan antara lain
rasa terbakar, bersin, dan kering pada mukosa hidung. Untuk itu penggunaan obat
ini memerlukan konseling bagi pasien.
Sistemik
dekongestan onsetnya tidak secepat dekongestan topical. Namun durasinya
biasanya bisa lebih panjang. Agen yang biasa digunakan adalah pseudoefedrin.
Pseudoefedrin dapat menyebabkan stimulasi sistem saraf pusat walaupun digunakan
pada dosis terapinya (Dipiro, 2005). Obat ini harus hati-hati digunakan untuk
pasien-pasien tertentu seperti penderita hipertensi. Saat ini telah ada produk
kombinasi antara antihistamin dan dekongestan. Kombinasi ini rasional karena
mekanismenya berbeda.
c) Nasal Steroid
Merupakan
obat pilihan untuk rhinitis tipe perennial, dan dapat digunakan untuk rhinitis
seasonal. Nasal steroid diketahui memiliki efek samping yang sedikit.
Obat
yang biasa digunakan lainnya antara lain sodium kromolin, dan ipatropium
bromida.
3) Operatif : Konkotomi merupakan
tindakan memotong konka nasi inferior yang mengalamihipertrofi berat. Lakukan
setelah kita gagal mengecilkan konka nasi inferior menggunakan kauterisasi yang
memakai AgNO3 25% atau triklor asetat.
4) Imunoterapi : Jenisnya
desensitasi, hiposensitasi & netralisasi. Desensitasi dan hiposensitasi
membentuk blocking antibody. Keduanya untuk alergi inhalan yang gejalanya
berat, berlangsung lama dan hasil pengobatan lain belum memuaskan. Netralisasi
tidak membentuk blocking antibody dan untuk alergi ingestan.
2. Rhinitis Non Alergi
a.
Pengertian
Rhinitis non allergi disebabkan oleh : infeksi saluran napas (rhinitis
viral dan rhinitis bakterial, masuknya benda asing kedalam hidung, deformitas
struktural, neoplasma, dan massa, penggunaan kronik dekongestan nasal,
penggunaan kontrasepsi oral, kokain dan anti hipertensif. (Behrman , 2000 )
Gambar. 2.5. nasal cavityrhinitis
( Sumber : allergyclinic :
2010 )
b.
Gejala
1) Kongesti nasal
2) Rabas nasal (purulent dengan rhinitis bakterialis)
3) Gatal pada nasal
4) Bersin-bersin
5) Sakit kepala
c.
Terapi Medik
1) Pemberian antihistamin
2) Dekongestan
3) Kortikosteroid topikal
4) Natrium kromolin
d.
Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, rhinitis non alergi di
golongkan sebagai berikut :
1) Rinitis vasomotor
a) Pengertian
Rhinitis vasomotor adalah terdapatnya gangguan
fisiologik lapisan mukosa hidung yang disebabkan oleh bertambahnya aktivitas
parasimpatis. Rinitis vasomotor mempunyai gejala yang mirip dengan rinitis
alergisehingga sulit untuk dibedakan.
b) Etiologi
Menurut Mansjoer Arief pada buku kapita selekta kedokteran sampai saat ini
belum diketahui dengan pasti penyebab dari rhinitis vasomotor ini, tetapi sejauh ini diduga akibat gangguankeseimbangan vasomotor.
Keseimbangan
vasomotor ini dipengaruhi berbagai hal :
- Obat-obatan yang menekan dan
menghambat kerja saraf simpatis, seperti: ergotamin, klorpromazin, obat
antihipertensi, dan obat vasokontriktor lokal.
- Faktor fisik, seperti iritasi
asap rokok, udara dingin, kelembapan udara yang tinggi, dan bau yang merangsang
- Faktor endokrin, seperti :
kehamilan, pubertas, dan hipotiroidisme
- Faktor psikis, seperti : cemas
dan tegang.
c) Manifestasi klinis
Hidung
tersumbat, bergantian kiri dan kanan, tergantung pada posisi pasien. Terdapat rinorea
yang mukus atau serosa, kadang agak banyak. Jarang disertai bersin, dan tidak
disertai gatal di mata. Gejala memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur
karena perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab, juga karena asap rokok dan
sebagainya.
Berdasarkan gejala yang menonjol,
dibedakan atas golongan obstruksi dan rinorea. Pemeriksaan rinoskopi anterior
menunjukkan gambaran klasik berupa edema mukosa hidung, konka berwarna merah
gelap atau merah tua, dapat pula pucat. Permukaannya dapat licin atau
berbenjol. Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit. Namun
pada golongan rinorea, sekret yang ditemukan biasanya serosa dan dalam jumlah
banyak. ( kapita)
d) Patofisiologi
Rangsangan saraf parasimpatis akan menyebabkan terlepasnya asetilkolin,
sehingga terjadi dilatasi pembuluh darah dalam konka serta meningkatkan
permiabilitas kapiler dan sekresi kelenjar, sedangkan rangsangan saraf simpatis mengakibatkan sebaliknya.(Mansjoer
Arief , 1993).
Skema. 2.2.
Patofisiologi Rhinitis Vasomotor
Faktor endokrin
|
Faktor psikis
|
Obat2an yg menekan & menghambat kerja saraf simpatis
|
Faktor fisik
|
Gangguan Keseimbangan Vasomotor
|
terlepasnya asetilkolin
|
permiabilitas kapiler
|
edema
|
mukus atau serosabanyak.
|
Dx. Gangguan
Pola Istirahat
|
Dx. Cemas
|
Dx. Gangguan
Konsep Diri
|
Dx. Ketidakefektifan
Jalan Nafas
|
Dilatasi pembuluh darahkonka
|
rinorhea
|
Hidung tersumbat
|
sekresi kelenjar
|
Rangsangan saraf parasimpatis
|
e) Pemeriksaan penunjang
Dilakukan pemeriksaaan untuk menyingkirkan
kemungkinan rinitis alergi. Kadang ditemukan juga eosinofil pada sekret kulit
tetapi jumlahnya sedikit. Tes kulit biasnya negatif.
f) Penatalaksanaan
Di cari faktor yang mempengaruhi keseimbangan
vasomotor dan disingkirkan kemungkinana rhinitis alergi. Terapi bervariasi,
tergantung faktor penyebab dan gejala yang menonjol. Secara umum terbagi atas :
-
Menghindari
penyebab
-
Pengobatan
simtomatis, dengan obat dekongestan oral dankortikosteroid topikal
-
Operasi,
dengan bedah beku, elektrokauter, atau konkotomi konkainferior
-
Neurektomi
nervus vidianus sebagai saraf otonom mukosa hidung, jika cara-cara di atas
tidak berhasil. Operasinya tidak mudah dan komplikasinya cukup berat.
g) Pengobatan
Pengobatan
Rinitis Vasomotor bervariasi, tergantung kepada faktor penyebab dan gejala yang
menonjol. Secara garis besar, pengobatan dibagi dalam:
-
Menghindari
penyebab / pencetus ( Avoidance therapy )
-
Pengobatan
konservatif ( Farmakoterapi ) :
·
Dekongestan
atau obat simpatomimetik digunakan untuk mengurangi keluhan hidung tersumbat.
Contohnya: Pseudoephedrine dan Phenylpropanolamine (oral) serta Phenylephrine
dan Oxymetazoline (semprot hidung ).
·
Anti histamin : paling
baik untuk golongan rinore.
·
Kortikosteroid
topikal mengurangi keluhan hidung tersumbat, rinore dan bersin-bersin dengan
menekan respon inflamasi lokal yang disebabkan oleh mediator vasoaktif.
Biasanya digunakan paling sedikit selama 1 atau 2 minggu sebelum dicapai hasil
yang memuaskan. Contoh steroid topikal : Budesonide, Fluticasone, Flunisolide
atau Beclomethasone
·
Anti kolinergik juga
efektif pada pasien dengan rinore sebagai keluhan utamanya.Contoh : Ipratropium
bromide ( nasal spray )
-
Terapi operatif (
dilakukan bila pengobatan konservatif gagal ):
Kauterisasi konka yang
hipertrofi dengan larutan AgNO3 25% atau triklorasetat pekat ( chemical cautery
) maupun secara elektrik (electrical cautery).
Diatermi submukosa
konka inferior (submucosal diathermy of the inferior turbinate)
Bedah beku konka
inferior ( cryosurgery )
Reseksi konka parsial
atau total (partial or total turbinate resection)
Turbinektomi dengan
laser ( laser turbinectomy )
Neurektomi n. vidianus
( vidian neurectomy ).
2) Rinitis Medikamentosa
a) Pengertian
Rhinitis medikamentosa
adalah suatu kelainan hidung berupa gangguan respon normal vasomotor sebagai
akibat pemakaian vasokonstriktor topical (obat tetes hidung atau obat semprot
hidung) dalam waktu lama dan berlebihan, sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang
menetap. Dapat
dikatakan hal ini disebabkan oleh pemakaian obat yang berlebihan (Drug
Abuse).
b) Gejala dan Tanda
Penderita mengeluh hidungnya tersumbat terus
menerus dan berair. Pada pemeriksaan konka dengan secret hidung yang
berlebihan. Apabila diuji dengan adrenalin, adema konka tidak berkurang.
c) Terapi
-
Hentikan
pemakaian obat tetes dan semprot hidung.
-
Untuk
mengatasi sumbatan
berulang, beri kortikosteroit secara penurunan bertahap dengan menurunkan dosis 5 mg
setiap hari.(misalnya hari 1: 40 mg, hari 2: 35 mg dan seterusnya).
-
Obat
dekongestan oral (biasanya mengandung pseudoefredin). Apabila dengan cara ini
tak ada perbaikan setelah 3 minggu pasien dirujuk ke dokter THT.
3) Rhinitis Atrofi
a) Pengertian
Rhinitis Atrofi adalah satu penyakit infeksi hidung
kronik dengan tanda adanya atrofi progesif tulang dan mukosa konka. Secara
klinis, mukosa hidung menghasilkan secret kental dan cepat mengering, sehingga terbentuk
krusta berbau busuk. Sering mengenai masyarakat dengan tingkat social ekonomi
lemah dan lingkungan buruk. Lebih sering mengenai wanita, terutama pada usia
pubertas.
b) Etiologi
Belum jelas, beberapa hal yang dianggap sebagai
penyebabnya seperti infeksi oleh kuman spesifik, yaitu spesies Klebsiella, yang
sering Klebsiella ozanae, kemudian stafilokok, sreptokok, Pseudomonas
aeruginosa, defisiensi Fe, defisiensi vitamin A, sinusitis kronik, kelainan
hormonal, dan penyakit kolagen. Mungkin berhubungan dengan trauma atau terapi
radiasi.
c) Manifestasi klinis
Keluhan subyektif yang sering ditemukan pada pasien
biasanya nafas berbau (sementara pasien sendiri menderita anosmia), ingus
kental hijau, krusta hijau, gangguan penciuman, sakit kepala, dan hidung
tersumbat.
Pada pemeriksaan THT ditemukan rongga hidung sangat
lapang, konka inferior dan media hipotrofi atau atrofi secret purulen hijau dan
krusta berwarna hijau.
d) Pemeriksaan penunjang
Dapat dilakukan transiluminasi, fotosinus para
nasal, pemeriksaan mikro organisme uji resistensi kuman, pemeriksaan darah
tepi, pemeriksaan Fe serum, dan serologi darah. Dari pemeriksaan histo patologi
terlihat mukosa hidung menjadi tipis, silia hilang, metaplasia thoraks menjadi
epitel kubik atau gepeng berlapis, kelenjar degenerasi dan atrofi, jumlahnya
berkurang dan bentuknya mengecil.
e) Penatalaksanaan
Belum adanya yang baku. Penatalaksanaan ditunjukkan
untuk menghilangkan etiologi, selain gejalanya dapat dilakukan secara
konservatif atau operatif. Secara konservatif
dapat diberikan :
-
Antibiotic presprektum
luas atau sesuaiuji resistensi kuman sampai gejala hilang.
-
Obat cuci hidung agar
bersih dari krusta dan bau busuk hilang dengan larutan betadine satu sendok
makan dalam 100 cc air hangat
-
Vitamin
A 3x50.000 unit selama 2 minggu
-
Preparat Fe
-
Pengobatan
sinusitis, bila terdapat sinusitis.
f) Komplikasi
-
Polip hidung. Rinitis alergi dapat menyebabkan atau menimbulkan kekambuhan
polip hidung.
-
Otitis media. Rinitis alergi dapat menyebabkan otitis media yang sering
residif dan terutama kita temukan pada pasien anak-anak.
-
Sinusitis kronik
-
Otitis media dan sinusitis kronik bukanlah akibat langsung dari rinitis
alergi melainkan adanya sumbatan pada hidung sehingga menghambat drainase.
g) Discharge planning
-
Instruksikan
pasien yang allergik untuk menghindari allergen atau iritan spt (debu,asap
tembakau, asap, bau, tepung, sprei)
-
Sejukkan
membran mukosa dengan menggunakan sprey nasal salin.
-
Melunakkan
sekresi yang mengering dan menghiangkan iritan.
-
Ajarkan
tekhnik penggunaan obat-obatan spt sprei dan serosol.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
PENGKAJIAN
1.
ANAMNESIS
a. Umur , rhinitis bisa terjadi pada semua umur mulai dari anak-anak sampai
usia lanjut.
b. Riwayat penggunaan obat-obatan.
c. Riwayat pekerjaan, pada pekerja yg rentan terhadap debu yang berhubungan
dengan polusi udara.
d. Kesehatan masa lalu
1)
Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau
trauma.
2) Pernah mempunyai
riwayat penyakit THT.
e. Riwayat kesehatan
sekarang
1) Keluhanutama/alasanmasuk rumah sakit:
Bersin-bersin, hidung mengeluarkan sekret, hidung
tersumbat, dan hidung gatal.
f. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah
penyakit yang diderita oleh anggota dan keluarga yang lalu yang mungkin ada
hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
g.
Riwayat Psikososial
1)
Intrapersonal : perasaan
yang dirasakan klien (cemas/sedih)
2)
Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
h.
Pola fungsi kesehatan
1)
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
a)
Untuk mengurangi flu biasanya klien menkonsumsi obat tanpa
memperhatikan efek samping
2)
Pola nutrisi dan metabolisme :
a)
Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada
hidung
i.
Pola istirahat dan tidur
1)
Selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien
sering pilek
j.
Pola Persepsi dan konsep diri
1)
Klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsep diri
menurun
k.
Pola sensorik
1)
daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek
terus menerus (baik purulen, serous dan mukopurulen).
2. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan
fisik untuk rhinitis berfokus pada hidung, tetapi pemeriksaan wajah, mata,
telinga, leher, paru-paru, dan kulit juga penting.
1)
Wajah
a) Allergic shiners, yaitu dark circles di sekitar mata dan berhubungan
dengan vasodilatasi atau obstruksi hidung.
b) Nasal crease
yaitu lipatan horizontal (horizontal case) yang melalui setengah bagian bawah
hidung akibat kebiasaan menggosok hidung ke atas dengan tangan.
2)
Hidung
Pada pemeriksaan hidung digunakan nasal speculum atau bagi spesialis dapat
digunakan rhinolaringoskopi. Pada rhinoskopi akan tampak mukosa edema, basah,
bewarna pucat, disertai adanya secret encer yang banyak. Pada rhinitis alergi,
mucus encer dan tipis. Jika kental dan purulen biasanya berhubungan dengan
sinusitis. Namun mukus yang kental, purulen dan bewarna dapat timbul pada
rhinitis alergi. Periksa septum untuk melihat adanya deviasi atau perforasi
septum yang dapat disebabkan oleh penyakit rhinitis alergi kronis, penyakit
granulomatus. Periksa rongga hidung untuk melihat adanya massa seperti polip
dan tumor. Polip berupa massa yang berwarna abu-abu dan tangkai.
3)
Telinga
Dengan
otoskop perhatikan adanya retraksi membrane timpani. Kelainan mobilitas dari
membrane timpani dapat dilihat dengan menggunakan otoskop pneumatic. Kelainan
tersebut dapat terjadi pada rhinitis yang disertai dengan disfungsi tuba
eustachius dan otitis media sekunder.
Pada
pemeriksaan mata akan ditemukan injeksi dan pembengkakan konjungtiva palpebra
yang disertai dengan produksi air mata.
5)
Leher
Perhatikan adanya limfadenopatie.
6)
Paru-paru
Perhatikan adanya tanda-tanda asma.
7)
Kulit
Kemungkinan
adanya dermatitis atopi.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a)
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan
dengan obstruksi/adanya secret yang mengental.
b) Gangguan istirahat tidur berhubungan
dengan penyumbatan pada hidung.
c) Gangguan konsep diri berhubungan
dengan rhinore.
d) Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit.
C.
INTERVENSI
Menurut Marilynn E.
Doenges rencana keperawatan pada klien dengan rhinitis yang disertai dengan
diagnosa keperawatan, tujuan dan kreteria hasil, rencana intervensi dan
rasionalisme telah tercantum pada table di bawah ini.
Table 3.1
No
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan
|
Rencana Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Ketidakefektifan
jalan nafas berhubungan dengan obstruksi/adanya secret yang mengental
|
Jalan
nafas efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 2x24 jam
|
Ø Kaji
penumpukan secret yang ada
Ø Observasi
tanda-tanda vital
Ø Kolaborasi dengan team medis dalam pemberian terapi obat simpatomimetik
|
Ø Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya
Ø Sebagai
langkah awal menilai permasalahan klien
Ø Obat simpatomimetik digunakan untuk mengurangi keluhan hidung tersumbat
sehingga pernafasan dapat efektif kembali lewat hidung.
|
2
|
Gangguan istirahat tidur
berhubungan dengan penyumbatan pada hidung
|
Gangguan tidur teratasi setelah dilakukan
tindakan keperawatan dalam waktu 2x24 jam
|
Ø Kaji
kebutuhan tidur klien.
Ø Ciptakan
suasana yang nyaman.
Ø Anjurkan
klien bernafas lewat mulut
Ø Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat simpatomimetik
|
Ø Mengetahui permasalahan klien dalam pemenuhan kebutuhan istirahat tidur
Ø Situasi yang nyaman membuat klien dapat tidur dengan tenang
Ø Pernafasan
tidak terganggu.
4.
Ø Obat simpatomimetik digunakan untuk mengurangi keluhan hidung tersumbat
sehingga pernafasan dapat efektif kembali lewat hidung.
|
3
|
Gangguan konsep diri
berhubungan dengan rhinore
|
Gangguan konsep diri teratasi
setelah dilakukan tindakan keperawatan
dalam waktu 1x24 jam
|
Ø Dorong individu untuk bertanya mengenai masalah, penanganan, perkembangan
dan prognosis kesehatan
2.
Ø Ajarkan individu mengenai sumber
komunitas yang tersedia, jika dibutuhkan (misalnya : pusat kesehatan mental)
Ø Dorong individu untuk mengekspresikan perasaannya, khususnya bagaimana
individu merasakan, memikirkan, atau memandang dirinya
|
Ø Memberikan minat dan perhatian, memberikan kesempatan untuk memperbaiaki
kesalahan konsep
Ø Pendekatan secara komperhensif dapat membantu memenuhi kebutuhan pasien
untuk memelihara tingkah laku koping
Ø Dapat membantu meningkatkan tingkat kepercayaan diri, memperbaiki harga diri,
mrnurunkan pikiran terus menerus terhadap perubahan dan meningkatkan perasaan
terhadap pengendalian diri
|
4
|
Cemas
berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
penyakit
|
Cemas berkurang atau hilang
setelah diberikan Penkes dalam waktu
1x24
|
Ø Kaji
tingkat kecemasan klien
Ø Berikan kenyamanan dan ketentraman pada klien :
v Temani
klien
v Perlihatkan rasa empati( datang dengan menyentuh klien )
Ø Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya perlahan,
tenang serta gunakan
kalimat yang jelas, singkat mudah dimengerti
Ø Singkirkan stimulasi yang berlebihan misalnya :
v Tempatkan klien diruangan yang lebih tenang
v Batasi kontak dengan orang lain /klien lain yang kemungkinan mengalami
kecemasan
Ø Bila perlu , kolaborasi dengan tim medis
|
Ø Menentukan
tindakan selanjutnya
Ø Memudahkan penerimaan klien terhadap informasi yang diberikan
Ø Meningkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi untuk penyakit
tersebut
sehingga klien lebih
kooperatif
Ø Dengan menghilangkan stimulus yang mencemaskan akan meningkatkan
ketenangan klien.
Ø Obat dapat menurunkan tingkat kecemasan klien
|
(sumber
: Marilynn E. Doenges )
BAB
IV
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Rhinitis adalah suatu inflamasi (
peradangan ) pada membran mukosa di hidung. (Dipiro, 2005 ). Berdasarkan
sifatnya rinitis terdiri dari rinitis akut dan kronis. Sementara berdasarkan
penyebabnya terdiri dari rinitis alergi dan rinitis non alergi. Rinitis alergi
dibedakan menjadi rinitis alergi musiman dan rinitis terus-menerus. Rinitis non
alergi terdiri dari rinitis vasomotor, rinitis medikamentosa, dan rinitis
atrofi. Gejala rinitis secara lokal berupa kongesti nasal, rabas nasal (purulen
dengan rinitis bakterialis),bersin-bersin, batuk, hidung tersumbat, beringus,
gatal pada hidung, hidung berair, sakit tenggorokan, dan tidak enak badan,
tinnitus (rasa ada dengung di telinga) , rasa penuh di telingan dan postnasal
drip. Sakit kepala dapat saja terjadi, terutama jika terdapat juga sinusitis.
Gejala secara umum dapat berupa kelainan pada gastrointestinal seperti muntah,
mual, obstipasi, kembung, atau kadang diare. Juga dapat terjadi gelisah, mudah
tersinggung, nyeri otot (mialgia) dan nyeri pada sendi-sendi dan sebagainya.
Pada pemeriksaan ditemukan membrane mukosa berwarna merah, membengkak dan
lembab. Pasien mengeluh adanya rasa gatal dan mata berair/ menangis. Infeksi
bakteri atau infeksi kronis mengakibatkan keluarnya ingus yang kehijau-hijauan
atau purulen, mukoid, dan kental. Infeksi sekunder seperti otitis media,
bronchitis atau pneumoni seharusnya disingkirkan.
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul diantaranya sebagai berikut
1.
Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi /adanya secret
yang mengental
2.
Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan penyumbatan pada hidung
3.
Gangguan konsep diri berhubungan dengan rhinore
B.
SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka
penulis mengemukakan agar kualitas asuhan keperawatan ini nantinya akan lebih
baik, yaitu
1. Rumah
Sakit
Diharapkan rumah sakit dapat meningkatkan mutu dalam pemberian
asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
sistem pernafasan : RHINITIS secara benar dan tepat sehingga dapat
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
secara maksimal serta mengurangi adanya komplikasi.
2.
Perawat
Perawat harus lebih memahami dan dapat
menerapkan pelaksanaan keperawatan yang dilakukan, khususnya pada pasien dengan
sistem pernapasan :RHINITIS. Tindakan keperawatan yang telah dilakukan,
sehingga hasil tindakan dan respon pasien di tulis secara lengkap pada status
klien, sebagai bahan komunikasi antar perawat untuk melanjutkan asuhan
keperawatan kepada pasien sebagai pertanggung jawaban atas tindakan keperawatan
yang telah diberikan.
3. Mahasiswa
Sebagai seorang mahasiswa hendaknya
selalu belajar lebih baik dalam memanfaatkan wadah yang ada peningkatan asuhan
keperawatan khususnya dalam hal
pendokumentasian dan pendataan pada pasien dengan RHINITIS sehingga dalam
pelaksanaan dilapangan dapat memberikan asuhan yang optimal.
4. Institusi Pendidikan
Sebagai tempat mencetak perawat
professional, kreatif serta mempunyai ketrampilan dan skill dalam melakukan
asuhan keperawatan dan diharapkan lebih memperhatikan dalam memberikan
pembekalan ilmu keperawatan kepada mahasiswa dalam hal pendokumentasian dan
praktek lapangan : sebagai bekal saat mahasiswa tersebut turun dilapangan agar
dapat memberikan asuhan keperawatan yang
lebih baik.
5. Masyarakat
Terwujudnya Indonesia sehat 2011 tidak
lepas dari dukungan masyarakat,keluarga, serta individu.dalam melakukan pencegahan penularan
pada orang lain. Salah satunya memanfaatkan fasilitas & sarana
kesehatan yang ada serta mewujudkan kepedulian masyarakat akan lingkungan yang
sehat.dengan cara : selalu mengonsumsi makan yang bergizi, menjaga lingkungan
agar tetap sehat & bersih, pencahayaan rumah yang cukup untuk mencegah
kuman tidak berkembang biak diudara yang lembab dapat mengurangi penularan
penyakit pernafasan.
COMMENTS