B AB I PENDAHULUAN A. L atar Belakang Kebutuhan oksigen di dalam tubuh merupakan kebutuhan dasar dan utama yang harus dipenu...
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kebutuhan oksigen di dalam tubuh merupakan kebutuhan dasar dan utama yang
harus dipenuhi oleh semua mahluk hidup yang ada di daratan dan termasuk
manusia. Oksigen sangat berperan penting dan merupakan kebutuhan pokok yang utama
bagi manusia. Namun ketika individu mengalami gangguan atau peradangan pada
saluran pernapasan atas (hidung), maka pemenuhan kebutuhan oksigen akan sedikit
tergangu. Penyakit yang menyerang saluran pernapasan atas salah satunya common cold (pilek, selesma), (Suzanne C. Smeltzer. 2002).
Common cold adalah salah satu infeksi saluran napas atas, merupakan infeksi virus pada saluran
napas atas yang sering dialami. Common cold merupakan salah satu penyakit menular pada system pernapasan karena
pasien mengandung virus selama kurang lebih dua hari sebelum timbul gejala, dan
selama bagian pertama fase gejala. Frekuensi terkena common cold bervariasi sesuai usia. WHO (2003)
memberikan suatu kewaspadaan global akan meluasnya suatu penyakit peradangan
atau inflamasi pada saluran pernapasan atas. Tiga siklus selesma timbul setiap tahunnya di
Amerika Serikat, yaitu pada bulan September, setelah
sekolah masuk kembali, pada akhir bulan Januari dan pada hari-hari
memasuki akhir bulan April.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa
angka kejadian common
cold mencapai puncaknya pada usia 1-5
tahun, yaitu dengan frekuensi 7-8 kali setahun. Di Amerika common cold menyerang 15% dari populasi pekerja selama waktu musim dingin dan
bertangung jawab terhadap hampir setengah dari populasi yang absen kerja dan
seperempat dari total kehilangan waktu bekerja. Anak lebih
sering terkena common
cold karena mereka belum memiliki sistem
pertahanan terhadap banyak virus, mereka sulit menjaga kebersihan diri, dan
mereka sering berkontak dengan anak lain yang sedang terinfeksi virus.
Berdasarkan uraian diatas tentang common cold,
kelompok tertarik untuk membahas tentang penyakit common cold saluran
pernapasan, secara lebih mendalam dalam sebuah makalah ilmiah sehingga
mahasiswa dan mahasiswi dapat mengetahui lebih jauh mengenai common cold dan
dapat memberikan asuhan keperawatan terhadap klien dengan baik dan benar.
B.
Tujuan Penulisan
1.
Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep penyakit common
cold secara teoritis.
2.
Tujuan Khusus
a.
Sebagai salah satu
kegiatan perkuliahan Keperawatan Sistem Respirasi.
b.
Mengetahui
konsep toritis dari Penyakit Common cold.
c.
Mengetahui
Asuhan Keperawatan pada klien dengan Common cold.
C. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini kelompok
menggunakan metode deskriptif yaitu
dengan penjabaran masalah-masalah yang
ada dan dengan menggunakan studi kepustakaan dari
literatur yang ada, baik di perpustakaan maupun di media internet sebagai pelengkap.
D. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari 3 bab yang
disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan dan
sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan
teoriti terdiri dari Anatomi fisiologi system pernapasan, konsep penyakit, dan
konsep asuhan keperawatan teoritis.
BAB III : Penutup yang terdiri
dari kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TOERI
A.
Review Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan
Pernapasan adalah proses pertukaran
gas dalam paru. Oksigen berdifusi ke dalam darah dan pada saat yang sama karbon
dioksida dikeluarkan dari darah. Udara dialirkan menuju unit pertukaran gas
melalui jalan napas. Secara umum suatu proses pernapasan memerlukan tiga
subunitini terdiri atas beberapa organ. Jalan napas terdiri dari atas hidung,
sinus, dan faring. Jalan
napas bawah terdiri dari laring,
trakea dan bronkus serta percabangannya. Unit pertukaran gas terdiri atas
bagian distal bronkus terminal (bronkiolus respiratorius), duktus alveolaris,
sakus alveolaris, dan alveoli yang kesemuanya disebut sebagai asinus.
Gambar: 2.1 Anatomi Organ Sistem Pernapasan
|
Sumber : Higler, Adam Boies.
1997. Buku ajar penyakit THT.
Jakarta; EGC
1.
Sistem
Pernapasan Atas
a.
Hidung
Pada orang normal, udara masuk ke dalam paru melalui lubang hidung.
Rongga hidung dibagi menjadi dua bagian oleh sekat (septum nasal) dan pada
masing-masing sisi lateral rongga hidung terdapat tiga saluran yang dibentuk akibat
penonjolan turbinasi (konka). Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang banyak
mengandung vaskuler dan juga ditumbuhi bulu. Saat menghirup
napas (inhalasi), udara akan mengalami penyaringan terhadap partikel-partikel
debu dan kotoran oleh bulu-bulu yang setiap saat dan juga pada mukosa hidung.
Bulu hidung (vibrissae) efektif untuk menyaring debu atau partikel yang
terkandung dalam udara dalam ukuran hingga 10mm.
Terdapat tiga fungsi utama hidung yaitu, sebagai penyaring (filter),
penghangat, dan pelembab (humidifikasi)
udara yang dihirup. Mukosa hidung setiap saat mengeluarkan mukus yang
diproduksi oleh sel-sel goblet dan glandula serosa yang juga berfungsi untuk
memerangkap kotoran udara. Adanya turbulasi udara yang masuk ke hidung akibat
struktur konka, menyebabkan udara berputar dan terpapar secara maksimal dengan
dinding mukosa. Akibatnya, kotoran yang mungkin terkandung dalam udara akan
menempel pada dinding mukosa.
b.
Sinus Paranalis
Sinus paranalis adalah rongga dalam tulang tengkorak yang terletak
di dekat hidung dan mata. Terdapat empat sinus, yaitu sinus frontalis,
etmoidalis, sfenodialis, dan maksilaris. Sinus di lapisi oleh mukosa hidung dan
epitel kolumnar bertingkat semu yang bersilia. Fungsi sinus adalah memperingan berat tulang
tengkorak, membantu menghangatkan dan humidifikasi, memproduksi mukosserosa yang
dialirkan ke hidung, dan menimbulkan resonansi suara sehingga memberi
karakteristik suara yang berbeda pada tiap individu.
c.
Faring
Faring atau tenggorokan adalah rongga
yang menghubungkan antara hidung dan rongga mulut ke laring. Faring dibagi
dalam tiga area, yaitu nasal, oral, dan laring. Faring nasal atau disebut
nasofaring terdapat kelenjar adenoid dan muara tuba eustachii. Faring oral atau
disebut juga orofaring berlokasi dimulut. Faring berfungsi untuk proses menelan dan
pernapasan (respirasi).
2. Sistem Pernapasan Bawah
a.
Laring
Laring disebut juga sebagai
kotak suara karena pita suara terdapat disini. Laring terletak di sisi inferior
faring dan menghubungkan faring dan trakea.
Batas bawah dari laring sejajar dengan vertebrata servikalis keenam. Bagian
atas terdapat glotis yang dapat bergerak menutup pintu laring oleh epiglotis
saat terjadi proses menelan.
Pada laring juga terdapat tiroid, tulang krikoid, dan kartilago
aritenoid. Epiglotis merupakan daun katup kartilago yang menutupi ostium selama
menelan, glotis merupakan ostium antara pita suara dalam laring. Terdapat juga
kertilago tiroid, yang merupakan kartilago terbesar pada faring dan sebagian
membentuk jakun (Addam’s apple). Kartilago krikoid merupakan satu-satunya
cincin kartilago yang lengkap dalam laring.
Kartilago aritenoid digunakan dalam gerakan pita suara, sedangkan
pita suara itu sendiri merupakan ligamen yang dikontrol
oleh gerakan otot yang menghasilkan suara. Pita suara melekat pada lumen
laring. Fungsi laring adalah memisahkan makanan dan udara, fonasi atau menghasilkan
suara dan insiasi timbulnya batuk dan bersin dari
saluran napas bagian atas.
b.
Trakea
Trakea disebut juga pipa udara, merupakan organ
silindris sepanjang sekitar 10-12 cm (pada dewasa) dan berdiameter 1,5
– 2,5 cm. terletak digaris tengah leher dan pada garis tengah sternum. Trakea
memanjang dari kartilago krikoid pada laring hingga bronkus di torak. Trakea
terdiri atas otot polos dengan sekitar 20 cincin kartilago inkomplet dan
ditutupi oleh membran fibroelastik. Dinding posterior trakea tidak disokong
oleh kartilago dan hanya terdapat membaran fibroelastik yang menyekat trakea
dan esofagus. Trakea berfungsi untuk proses masuknya udara dari saluran pernapasan
atas ke paru-paru dan untuk mengeluarkan lendir (mukus) yang diperankan oleh
silia.
c.
Percabangan Bronkial
Percabangan bronkial atau disebut juga pohon bronkial adalah jalan
napas berikutnya yang menghubungkan jalan napas atas hingga unit asinus.
Bronkus primer berasal dari percabangan trakea menjadi dua cabang utama
setinggi karina. Karina terletak sekitar iga kedua atau pada vertrebata torakal
kelima. Terdapat banyak reseptor batuk pada karina. Bronkus utama kiri memiliki
sudut lebih tajam dibandingkan bronkus kanan sehingga aspirasi cenderung
terjadi masuk ke dalam bronkus kanan. Bronkus kiri lebih sempit dan lebih
panjang daripada bronkus kanan.
Bronkus dibentuk pada kartilago dan otot. Cincin kartilago
inkomplet seperti pada trakea ditemukan juga pada bronkus utama dan bronkus
lobus bawah. Sedikit cincin kartilago komplet terdapat pada bronkus lobaris dan
bronkus segmental. Pada bronkus kecil dan bronkiolus, terdapat jaringan konektif
elastik yang membantu kepatenan jalan napas. Pada bronkus kecil dan bronkiolus
tidak ada lagi tulang kartilago, hanya terdapat otot yang memiliki kemampuan
rekoil elastik. Bronkus berfungsi sebagai percabagan dari trakea agar udara dapat
dimasukkan kedalam paru-paru dan saluran udara dapat berjalan secara optimal.
d.
Alveolus
Unit pernapasan terminal atau disebut juga alveolus
merupakan tempat terjadinya pertukaran gas. Unit ini terdiri atas bronkiolus
respiratoirus, duktus alveolaris, sakus alveolaris, dan alveolus. Duktus
alveolaris berasal dari bronkiolus respiratorius. Alveoli muncul dari duktus
alveolaris. Duktus alveolaris selanjunya berdilatasi membentuk sakus alveolaris
sehingga berbentuk seperti buah anggur. Alveolus berfungsi sebagai tempat
pertukaran gas yang terjadi antara oksigen (O2) dan carbondioksida (CO2).
e. Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang
sebagian besar terdiri dari gelembung (gelembung hawa, alveoli). Paru-paru
dibagi menjadi dua, paru-paru kanan yang terdiri dari 3 lobus (belah paru),
lobus pulmo dekstra superior, lobus media dan lobus inferior. Tiap lobus
tersusun oleh lobules. Dan paru-paru kiri terdiri dari dua lobus, pulmo
sinistra lobus superior, dan lobus inferior. Fungsi paru-paru adalah sebagai
organ saluran pernapasan yang terakhir, yang didalamnya terjadi pertukaran gas
O2 dan CO2.
B. Konsep Penyakit
1. Definisi Common cold
Common
Cold (pilek,
selesma) adalah suatu reaksi inflamasi saluran pernapasan yang disebabkan oleh
infeksi virus. Common Cold merupakan infeksi primer di
nasofaring dan hidung yang sering dijumpai. Pada infeksi lebih luas, mencakup
daerah sinus paranasal, telinga tengah samping nasofaring disertai demam tinggi,
flu biasa (juga dikenal sebagai nasopharyngitis, rhinopharyngitis virus akut, coryza
akut, atau dingin), (Suzanne C.
Smeltzer. 2002).
Penyakit
ini merupakan penyakit virus yang paling sering ditemukan pada manusia.
Penyebabnya ialah beberapa jenis virus dan yang paling penting adalah
Rhinovorus. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang menular dan gejala dapat timbul sebagai akibat tidak adanya
kekebalan atau menurunnya daya tahan tubuh (kedinginan, kelelahan, adanya
penyakit menahun, dll). Secara kolektif, pilek, influenza, dan infeksi
saluran pernafasan atas (URTI) dengan gejala serupa termasuk dalam diagnosis
penyakit seperti influenza.
2. Etiologi
Menurut Suzanne C.
Smeltzer tahun 2002, Penyakit common cold disebabkan oleh virus yang banyak terdapat
pada cuaca yang dingin dan lembab. Adapun berbagai virus yang berbeda
menyebabkan terjadinya common cold sebagai berikut :
a. Rhinovirus
Rhinovira
adalah agen yang paling umum infeksi virus pada manusia, dan agen penyebab
pilek (sekitar 49,12159% dari kasus flu biasa disebabkan oleh virus ini). Ada
lebih dari 100 jenis yang diakui rhinovira yang berbeda berdasarkan berbagai
protein mereka permukaan. Rhinovira adalah di antara Vira terkecil, dengan
diameter sekitar hanya 30 nanometer (Vira lain seperti cacar dan vaccinia Vira
adalah 10 kali lebih besar pada sekitar 300 nanometer). Para peneliti telah mempelajari rhinovirus-menyebabkan
pilek lebih dari pilek lainnya. Pilek rhinovirus-disebabkan yang paling menular
selama tiga hari pertama gejala. Mereka menjadi jauh kurang menular setelah
tiga hari.
b. Virus Influenza A, B, C
Influenza, biasanya disebut sebagai flu,
merupakan penyakit menular yang
disebabkan oleh virus RNA dari
keluarga Orthomyxoviridae (virus influenza), yang
mempengaruhi burung dan mamalia. Virus ini memiliki
satu spesies, virus influenza A. Burung air liar merupakan host alami untuk
berbagai macam influenza A. Kadang-kadang, virus yang dikirim ke spesies lain
dan kemudian dapat menyebabkan wabah pada unggas domestik yang menghancurkan
atau menimbulkan pandemi influenza manusia. Tipe A virus yang paling patogen
manusia virulen di antara ketiga jenis influenza dan menyebabkan penyakit yang
paling parah. Influenza
virus bisa dibagi lagi menjadi serotipe yang berbeda berdasarkan pada respon
antibodi terhadap virus ini. Para serotipe
yang telah dikonfirmasi pada manusia, diperintahkan oleh jumlah kematian
pandemi yang dikenal manusia.
Virus ini memiliki
satu spesies, influenza B virus. Influenza B hampir secara eksklusif
menginfeksi manusia dan kurang umum dari pada influenza
A. Satu-satunya hewan lain diketahui rentan terhadap infeksi influenza B segel
dan musang. Jenis influenza
bermutasi pada laju. 2-3 kali lebih lambat dari tipe A dan akibatnya kurang
genetik beragam, dengan hanya satu influenza B serotipe. Sebagai
hasil dari kurangnya keragaman antigenik, derajat kekebalan terhadap influenza
B. biasanya diperoleh pada usia dini. Namun, influenza B bermutasi cukup bahwa
kekebalan abadi adalah tidak mungkin. Hal ini
mengurangi tingkat perubahan antigen, dikombinasikan dengan kisaran inang yang
terbatas (lintas spesies antigenic shift menghambat), memastikan bahwa pandemi
influenza B tidak terjadi.
Virus ini memiliki
satu spesies, influenza C virus, yang menginfeksi manusia, anjing dan babi,
kadang-kadang menyebabkan baik penyakit parah dan epidemi lokal. Namun,
influenza C kurang umum daripada jenis lainnya dan biasanya hanya menyebabkan
penyakit ringan pada anak-anak.
c. Virus Parainfluenza
Parainfluenza
virus (HPIVs) adalah penyebab umum penyakit saluran pernapasan pada bayi dan
anak kecil. Masing-masing dari empat HPIVs memiliki fitur yang berbeda klinis
dan epidemiologi. Fitur klinis yang paling khas dari HPIV-1 dan HPIV-2 adalah
croup (yaitu, laryngotracheobronchitis atau pembengkakan di sekitar pita suara
dan bagian lain dari saluran napas atas dan menengah); HPIV-1 adalah penyebab
utama croup pada anak-anak, sedangkan HPIV -2 kurang sering terdeteksi. HPIV-3
ini lebih sering dikaitkan dengan bronkiolitis (pembengkakan pada saluran udara
kecil yang mengarah ke paru-paru) dan pneumonia.
HPIVs dapat menyebabkan infeksi berulang dengan
semua serotipe sepanjang hidup. Infeksi ulang biasanya dimanifestasikan oleh
penyakit saluran pernafasan atas (misalnya, tenggorokan, bersin-bersin, hidung tersumbat). HPIVs juga dapat menyebabkan penyakit serius
saluran pernapasan bawah dengan infeksi berulang (misalnya, pneumonia,
bronkitis, dan bronchiolitis), terutama di kalangan orang dewasa yang lebih tua
dan pasien dengan sistem kekebalan tubuh berkompromi. Masa inkubasi (waktu dari
paparan virus untuk timbulnya gejala) untuk HPIVs biasanya berkisar antara 2
sampai 7 hari.
d. Virus Sinsisial Pernafasan.
Virus sinsial pernapasan menyebar dari sekret pernafasan
melalui kontak langsung dengan orang
yang terinfeksi atau kontak dengan bahan
yang terinfeksi. Infeksi dapat terjadi jika
bahan yang terinfeksi mengenai mata, mulut
atau hidung atau melalui inhalasi droplet
(percikan ludah/ingus) saat penderita bersin
dan batuk. Di daerah iklim
sedang, infeksi RSV biasanya menjadi wabah tahunan selama 4‐6 bulan pada musim gugur, dingin dan permulaan musim semi, puncaknya pada musim dingin. RSV akan menyebar secara luas pada anak‐anak, serologi pada anak‐anak umur kurang dari 2 tahun menunjukkan antibodi terhadap RSV.
Semuanya mudah ditularkan melalui ludah yang dibatukkan atau dibersinkan
oleh penderita. Common cold biasanya tidak berbahaya dan kebanyakan dapat
sembuh dengan sendirinya. Belum diketahui apa yang menyebabkan seseorang lebih
mudah tertular pilek pada suatu saat dibandingkan waktu lain. Kedinginan tidak
menyebabkan pilek atau meningkatkan resiko untuk tertular. Kesehatan penderita
secara umum dan kebiasaan makan seseorang juga tampaknya tidak berpengaruh.
3.
Patofisiologi
Menurut Chalene J. Reeves
tahun 2001, Penyakit common cold disebabkan
oleh infeksi virus di bagian paling atas tenggorokan (nasofaring), yang
berjalan dari belakang hidung ke mulut. Virus flu biasa
ditularkan terutama dari kontak dengan air liur atau cairan hidung dari orang
yang terinfeksi, baik secara langsung, ketika orang yang sehat bernafas dalam
aerosol virus-sarat dihasilkan ketika orang yang terinfeksi batuk atau bersin,
atau dengan menyentuh permukaan yang terkontaminasi dan kemudian menyentuh
hidung atau mata. Gejala yang tidak diperlukan untuk pelepasan virus atau
transmisi, sebagai persentase dari pameran subyek tanpa gejala virus dalam
penyeka hidung. Hal ini umumnya tidak mungkin untuk mengidentifikasi jenis
virus melalui gejala, walaupun influenza dapat dibedakan dengan demam mendadak,
onset, dan batuk.
Titik masuk utama bagi virus biasanya hidung,
tetapi juga dapat menjadi mata (dalam hal ini kasus drainase ke nasofaring akan
terjadi melalui duktus nasolacrimal). Dari sana, diangkut ke bagian belakang
hidung dan daerah adenoid. Virus kemudian menempel pada reseptor, ICAM-1, yang
terletak pada permukaan sel-sel lapisan nasofaring. Reseptor cocok ke port
docking pada permukaan virus. Sejumlah besar virus reseptor hadir pada sel-sel
adenoid. Setelah lampiran ke reseptor, virus dibawa ke dalam sel, di mana ia
mulai infeksi, dan meningkatkan ICAM-1 produksi, yang pada gilirannya membantu
respon imun terhadap virus pilek rhinovirus biasanya tidak menyebabkan
kerusakan pada epitel hidung. Makrofag memicu produksi sitokin, yang
dikombinasikan dengan mediator menyebabkan gejala. Sitokin menyebabkan efek
sistemik. Mediator bradikinin memainkan peran utama dalam menyebabkan gejala
lokal seperti sakit tenggorokan dan iritasi hidung.
Cuaca dingin dapat membatasi diri, dan sistem kekebalan inang yang
efektif akan berhubungan
dengan infeksi. Dalam beberapa hari, respon humoral kekebalan tubuh mulai
memproduksi antibodi spesifik yang dapat mencegah virus dari sel yang terinfeksi. Selain itu, sebagai bagian dari respon
kekebalan yang diperantarai sel, leukosit menghancurkan virus melalui
fagositosis dan menghancurkan sel yang terinfeksi untuk mencegah replikasi
virus lebih lanjut. Dalam sehat, individu imunokompeten, pilek sembuh dalam
tujuh hari rata-rata, (Adam Boies Higler,
1997).
Skema 2.1 : Skema
Patofisiologi Common Cold
Cuaca dingin
|
Daya
tahan tubuh menurun
|
Inhalasi Droplet
|
Kebersihan udara yang buruk
|
Virus masuk via saluran
pernapasan
|
Menempel pada reseptor
|
Peradangan
|
Aktivasi mediator kimia
|
Peningkatan produksi mukus
|
Obstruksi jalan napas
|
Gangguan pertukaran gas
|
Hipoksia jaringan
|
Masuk ke dalam sel
|
Sumber : Higler, Adam
Boies. 1997. Buku ajar penyakit THT.
Jakarta; EGC
4. Manifestasi Klinis
Menurut Barbara C. Long tahun 2001, manifestasi klinis pada penyakit common cold
sebagai berikut :
a. Batuk
Batuk yang terdapat dahak atau tanpa
dahak seringkali berlangsung sampai minggu kedua. Batuk menunjukkan influenza
daripada saluran pernapasan atas virus dengan nilai prediksi positif sekitar 80%.
b. Sakit tengorokan
Indikasi pertama dari virus pernapasan bagian atas sering sakit tenggorokan atau gatal. Gejala umum lain adalah pilek, hidung, dan bersin.
c. Hidung tersumbat
Hidung tersumbat merupakan
tanda yang sering ditemukan pada penderita common cold, disebabkan oleh
produksi mucus atau sekresi yang banyak pada saluran napas, yang menghambat
pernapasan menjadi tidak adekuat.
d. Nyeri otot
Inflamasi pada saluran
napas atas dapat menimbulkan nyeri, yang bisa menyebar ke otot-otot tubuh,
ditambah lagi daya tahan tubuh yang buruk disebabkan oleh masuknya virus
didalam tubuh.
e. Kelelahan
Kelelahan dapat terjadi
pada penderita common cold yang disebabkan oleh daya tahan tubuh yang buruk,
yang menyebabkan keadaan tubuh cepat mengalami kelelahan.
f. Sakit kepala
Pada penderita common
cold sering juga disertai dengan sakit kepala, karena terdapat sumbatan pada
hidungnya, dikarenakan mucus yang terlalu banyak.
g. Demam
Demam menunjukkan influenza dari pada saluran pernapasan atas virus dengan nilai prediksi positif sekitar
80%. Gejala mungkin lebih parah
pada bayi dan anak muda, dan dalam kasus ini mungkin termasuk demam dan gatal-gatal. Demam sering hadir sehingga menciptakan suatu
gambaran gejala yang tumpang tindih dengan influenza. Namun gejala
influenza biasanya lebih parah.
h. Tidak nafsu makan
Penderita common cold
tidak mempunyai nafsu makan yang baik, karena terpengaruh oleh inflamasi yang
terdapat pada jalan napas atas.
5. Faktor Risiko
Menurut Suzanne C. Smeltzer tahun 2002, factor resiko dapat terjadi pada
penyakit common cold, sebagai berikut :
a.
Pola kebersihan diri yang buruk ( kebiasaan
tidak mencuci tangan ).
b.
Menghabiskan waktu di daerah tertutup dengan orang yang terinfeksi
atau kontak dekat dengan orang yang terinfeksi.
c.
Cuaca yang dingin dan Kelembaban rendah meningkatkan tingkat penularan virus.
d.
Riwayat merokok
e.
Pola istirahat tidur yang kurang
6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Suzanne C. Smeltzer tahun 2002,
pemeriksaan penunjang yang dilakukan
pada penderita common cold, sebagai
berikut :
a.
Pemeriksaan darah/Hematologi
Dilakukan
apabila gejala sudah berlangsung selama lebih 10 hari atau dengan demam >
37,8°C.
b. Pemeriksaan histopatologi
Ditemukan jaringan granulasi submukosa dan
yang karakteristiknya adalah ditemukannya sel plasma, limfosit, eosinofil dan
diantaranya tersebar sel-sel Mikulicz, yaitu sel-sel yang besar, intinya
ditengah dan mempunyai vakuol yang berisi basil Frisch. Juga didapati Russel
bodies yang berasal dari sel plasma.
c. Pemeriksaan Bakteriologik
Dengan menemukan kuman penyebab dari biakan
bahan biopsy.
d. Pemeriksaan Serologik
Dengan tes pengikatan komplemen (complement
fixation test) berdasarkan reaksi serum penderita dengan suspensi kuman.
7. Pengobatan
Menurut Chalene J. Reeves tahun 2001, pengobatan pada penderita common
cold ada dua cara, sebagai berikut :
a. Terapi Farmakologi
1) Antibiotik tidak efektif untuk mengobati common cold,
antibiotik hanya diberikan jika terjadi suatu infeksi bakteri.
2) Untuk meringankan nyeri atau demam dapat diberikan asetaminofen atau
ibuprofen.
3) Pada penderita dengan riwayat alergi, dapat diberikan antihistamin.
4) Menghirup uap atau kabut dari suatu vaporizer bisa
membantu mengencerkan sekret dan mengurangi sesak di dada.
5) Mencuci rongga hidung dengan larutan garam isotonik bisa
membantu mengeluarkan sekret yang kental.
6) Batuk merupakan satu-satunya cara untuk membuang sekret dan debris dari
saluran pernafasan. Oleh karena itu sebaiknya batuk tidak perlu diobati,
kecuali jika sangat mengganggu dan menyebabkan penderita susah tidur.
Jika batuknya hebat, bisa diberikan obat anti batuk.
b. Perawatan
1) Usahakan untuk beristirahat dan selalu dalam keadaan hangat dan nyaman, serta
diusakahan agar tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain.
2) Jika terdapat demam atau gejala yang berat, maka penderita harus
menjalani tirah baring di rumah.
3) Minum banyak cairan guna membantu mengencerkan sekret hidung sehingga
lebih mudah untuk dikeluarkan/dibuang.
8. Pencegahan
Menurut Chalene J. Reeves tahun 2001, berikut beberapa cara pencegahan yang dapat
dilakukan :
a.
Jagalah kebersihan diri
dan lingkungan.
b.
Mencuci tangan dengan air dan sabun biasa. Tindakan mekanis menggosok tangan
dengan sabun biasa, pembilasan, dan pengeringan secara fisik menghilangkan partikel
virus dari tangan dan, membuang tisu
kotor pada tempatnya serta membersihkan permukaan barang-barang.
c.
Vitamin C dosis tinggi
(2000 mg per hari) belum terbukti bisa mengurangi resiko tertular atau
mengurangi jumlah virus yang dikeluarkan oleh seorang penderita.
d.
Alkohol pembersih tangan berbahan dasar sangat
sedikit memberikan perlindungan terhadap infeksi saluran pernapasan atas,
terutama di kalangan anak.
e.
Karena flu biasa disebabkan oleh virus, bukan
bakteri, sabun anti-bakteri tidak lebih baik dari sabun biasa untuk
menghilangkan virus dari permukaan kulit atau lainnya.
f.
Yodium berair telah ditemukan untuk anda
menghilangkan virus dingin pada kulit manusia, bagaimanapun yodium tidak dapat
diterima untuk penggunaan umum sebagai pengobatan tangan virucidal karena luntur
dan mengeringkan kulit.
C. Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis
1.
Pengkajian
Riwayat kesehatan
klien yang lengkap yang menunjukkan kemungkinan tanda dan gejala. Menetapkan
kapan gejala mulai timbul, apa yang menjadi pencetusnya, apa jika ada yang
dapat menghilangkan atau meringankan gejala tersebut, dan apa yang memperburuk
gejala tersebut adalah bagian dari pengkajian, juga menidentifikasi setiap
riwayat alergi atau adanya penyakit yang timbul bersamaan. Inspeksi menunjukkan
pembengkakan, lesi, atau asimetris hidung juga peradangan atau rabas. Mukosa
hidung diinspeksi terhadap temuan abnormal seperti warna kemerahan,
pembengkakan, atau eksudat, dan polip hidung, yang mungkin terjadi dalam
rhinitis kronis.
Sinus frontal dan
maksilaris dipalpasi terhadap nyeri tekan, yang menunjukkan inflamasi.
Tenggorok diamati dengan meminta klien membuka mulutnya lebar-lebar dan napas
dalam. Tonsil dan faring diinspeksi terhadap temuan abnormal seperti warna
kemerahan, asimetris, atau adanya drainase, ulserasi, atau pembesaran. Trakea
dipalpasi terhadap posisi garis tengah dalam leher, dan setiap massa atau
deformitas diidentifikasi. Nodus limfe leher juga dipalpasi terhadap pembesaran
dan nyeri tekan yang berkaitan.
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pada data pengkajian, diagnose
keperawatan utama klien dapat mencakup sebagai berikut :
a. Inefektif bersihan jalan napas yang berhubungan
dengan sekresi berlebihan sekunder akibat proses imflamsi.
b. Nyeri yang berhubungan dengan iritasi jalan napas
atas sekunder akibat infeksi.
c. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan
iritasi jalan napas atas sekunder akibat infeksi atau pembengkakan.
d. Defisit volume cairan yang berhubungan dengan
peningkatan kehilangan cairan sekunder akibat diaphoresis yang berkaitan dengan
demam.
e. Defisit pengetahuan mengenai pencegahan infeksi
pernapasan atas, regimen pengobatan, prosedur khusus atau perawatan
pascaoperasi.
3.
Perencanaan
dan Implementasi
Tujuan utama adalah
agar pasien dapat mencakup pemeliharaan patensi jalan napas, menghilangkan
nyeri, pemeliharaan cara efektif komunikasi, tidak terjadi deficit volume
cairan, dan pengetahuan tentang pencegahan infeksi jalan napas atas, dan tidak
terdapat komplikasi.
a.
Intervensi
Keperawatan
1)
Pembersihan Jalan
Napas
Penumpukan sekresi
dapat menghambat jalan napas pada banyak pasien dengan inspeksi jalan napas
atas. Perubahan pola napas, dan upaya bernapas yang dibutuhkan untuk dapat
melewati sumbatan menjadi meningkat. Terdapat beberapa tindakan yang dapat
digunakan untuk mengencerkan sekresi yang kental atau untuk menjaga sekresi
basah sehingga dapat dikeluarkan dengan mudah. Meningkatkan masukan cairan
dapat membantu mengencerkan lender. Melembabkan lingkungan dengan vaporizer ruangan
atau menghirup uap juga dapat mengencerkan sekresi dan mengurangi inflamasi
membrane mukosa. Pasien diintruksikan tentang posisi yang terbaik untuk
meningkatkan drainase dari common cold, yang akan tergantung pada letak
infeksi. Sebagai contoh, drainase dari common cold dicapai dengan posisi tegak.
Pada beberapa kondisi, medikasi sistemik atau topical, bila diresepkan,
membantu untuk menghilangkan kongesti nasal atau tenggorok.
2)
Tindakan Meningkatkan
Kenyamanan
Infeksi saluran
pernapasan atas biasanya menghasilkan rasa tidak nyaman setempat. Perawat
mendorong pasien untuk menggunakan analgesic, seperti asetaminofen (Tylenol)
dengan kodein, sesuai yang diresepkan, yang akan membantu menghilangkan rasa
tidak nyaman pada pasien. Menyarankan pasien untuk istirahat akan membantu
menghilangkan rasa tidak nyaman umum atau demam yang menyertai ganguan jalan
napas atas (common cold). Perawat meninstruksikan pasien tentang tehnik hygiene
umum pada mulut dan hidung untuk membantu menghilangkan rasa tidak nyaman
setempat dan untukmencegah penyebaran infeksi.
3)
Peningkatan
Komunikasi
Infeksi saluran napas
atas dapat mengakibatkan suara serak atau kehilangan suara. Pasien
diinstruksikan untuk tidak terlalu banyak bicara. Regangan pita suara lebih
lanjut dapat menghambat pulihnya suara dengan sempurna.
4)
Memperbanyak Masukan
Cairan
Pada infeksi jalan
napas atas, upaya bernapas dan frekuensi pernapasan meningkat karena terjadi
inflamasi dan pembentukan sekresi. Hal ini selanjutnya, dapat meningkatkan
kehilangan cairan tidak kasat mata. Demam yang timnul meningkatkan laju
metabolic, yang mengakibatkan diaphoresis dan peningkatan kehilangan
cairan.Common cold disertai demam dapat menganggu keinginan pasien untuk makan. Pasien
dianjurkan untuk minum 2-3 L cairan/hari selama infeksi jalan napas, kecuali
ada kontraindikasi, untuk mengencerkan sekresi dan meningkatkan drainase.
5) Penyuluhan Pasien
Penyuluhan pasien
penting untuk mencegah infeksi dan penyebaran pada orang lain dan meminimalkan
komplikasi. Perawat menginstruksikan pasien tentang pentingnya tindakan
kesehatan yang baik. Diet yang bergizi, olah raga yang sesuai dan istirahat
serta tidur yang cukup, penting untuk mendukung daya tahan tubuh dan
menguranggi kerentanan terhadap infeksi pernapasan. Mencuci tangan masih
merupakan hal penting dalam mencegah penyebaran infeksi. Pembuangan tisu basah
dengan baik dan menutup mulut saat batuk juga harus ditekankan dalam program
penyuluhan untuk mencegah infeksi pernapasan atas berupa common cold.
4.
Evaluasi
Keperawatan
Hasil yang diharapkan :
a.
Mempertahankan jalan
napas tetap paten dengan mengatasi sekresi.
1)
Melporkan penurunan
kongesti
2)
Mengambil posisi
terbaik untuk memudahkan drainase sekresi.
b.
Melaporkan perasaan
lebih nyaman.
1)
Mengikuti tindakan
untuk mencapai kenyamanan berupa analgesic dan istirahat.
2)
Memperagakan hygiene
jalan napas yang adekuat.
c.
Menunjukkan kemampuan
untuk mengkomunikasikan kebutuhan, keinginan, dan tingkat kenyamanan.
d.
Mempertahankan
masukan cairan yang adekuat.
e.
Mengindentifikasi
strategi untuk mencegah infeksi jalan napas atas dan reaksi alergi.
f.
Menunjukkan tingkat
pengetahuan yang cukup dan melakukan perawatan diri secara adekuat.
g.
Bebas dari tanda dan
gejala infeksi.
1)
Menunjukkan
tanda-tanda vital normal (Tekanan darah, suhu tubuh, frekuensi nadi, dan
pernapasan)
2)
Tidak terdapat mucus.
3)
Bebas dari nyeri pada
area hidung atau saluran pernapasan atas.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Common
Cold (pilek, selesma) adalah suatu
reaksi inflamasi saluran pernapasan yang disebabkan oleh infeksi virus yang banyak terdapat pada cuaca yang dingin dan lembab. Penyakit
ini merupakan penyakit virus yang paling sering ditemukan pada manusia.
Penyebabnya ialah beberapa jenis virus dan yang paling penting adalah
Rhinovorus. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang menular dan gejala dapat timbul sebagai akibat tidak adanya
kekebalan atau menurunnya daya tahan tubuh. Manisfestasi klinis yang dapat timbul
berupa batuk, sakit tengorokan,
hidung tersumbat, nyeri otot, kelelahan, sakit kepala, demam, dan tidak nafsu
makan. Pemeriksaan penunjang salah satunya adalah pemeriksaan darah,yang dilakukan
apabila gejala sudah berlangsung selama lebih 10 hari atau dengan demam >
37,8°C.
Pengobatan penyakit common cold dapat dilakukan terapi farmakologi, berupa antibiotik tidak efektif untuk mengobati common cold, antibiotik
hanya diberikan jika terjadi suatu infeksi bakteri, untuk meringankan nyeri
atau demam dapat diberikan asetaminofen atau ibuprofen, pada penderita dengan
riwayat alergi, dapat diberikan antihistamin. Dan untuk perawatannya berupa, usahakan
untuk beristirahat dan selalu dalam keadaan hangat dan nyaman, serta diusakahan
agar tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain, jika terdapat demam atau
gejala yang berat, maka penderita harus menjalani tirah baring di rumah, minum
banyak cairan guna membantu mengencerkan sekret hidung, sehingga lebih mudah
untuk dikeluarkan/dibuang. Pencegahan yang dilakukan dapat berupa menjaga
selalu kebersihan dan lingkungan yang dapat terkontaminasi terhadap virus dan
meningkatkan daya tahan tubuh agar dapat melawan virus yang masuk pada saluran
napas.
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada penderita common cold
seperti pembersihan jalan napas klien dengan mengeluarkan mucus pada jalan
napas, memberikan kenyamanan klien dengan posisi yang fowler atau semifowler, memberikan
masukan cairan yang banyak, dan memberikan penyuluhan pada klien tengtang
penyakit common cold yang dapat tertular dengan orang lain melalui kontak
langsung atau lingkungan.
B.
Saran
Dalam
makalah ini kami membahas tentang penyakit saluran penapasan atas (common
cold), untuk itu kami menyarankan kepada mahasiswa :
1. Agar dapat mengetahui dan memahami konsep penyakit
common cold dan konsep asuhan keperawatan teoritisnya.
2. Memahami definisi dari penyakit common cold, etiologi,
dan patofisiologi.
3.
Mengetahui
tanda dan gejala dari penyakit common cold, pengobatan dan pencegahan.
4.
Mengetahui
dan memahami konsep asuhan keperawatan dari penyakit common cold secara
teoritis.
DAFTAR ISI
Higler, Adam Boies. 1997. Buku
ajar penyakit THT. Jakarta; EGC
Suzanne C. Smeltzer. 2002. Perawatan Medikal Bedah. Jakarta; EGC
Tamsuri Anas. 2008. Klien gangguan pernapasan. Jakarta; EGC
Barbara C. Long. 2001. Perawatan medical bedah. Bandung; C.V Mosby
Chalene J. Reeves. 2001. Keperawatan medical bedah. Jakarta; Salemba
medika
COMMENTS