BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hospitalisasi merupakan perawatan yang dilakukan dirumah sakit dan dapat menimbul...
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hospitalisasi merupakan perawatan
yang dilakukan dirumah sakit dan dapat menimbulkan trauma dan stress pada klien
yang baru mengalami rawat inap dirumah sakit. Hospitalisasi dapat diartikan
juga sebagai suatu keadaan yang memaksa seseorang harus menjalani rawat inap di
rumah sakit untuk menjalani pengobatan maupun terapi yang dikarenakan klien
tersebut mengalami sakit. Pengalaman hospitalisasi dapat mengganggu psikologi
seseorang terlebih bila seseorang tersebut tidak dapat beradaptasi dengan
lingkungan barunya di rumah sakit. Pengalaman
hospitalisasi yang dialami klien selama rawat inap tersebut tidak hanya
mengganggu psikologi klien, tetapi juga akan sangat berpengaruh pada
psikososial klien dalam berinteraksi terutama pada pihak rumah sakit termasuk
pada perawat.
Masalah yang dapat ditimbulkan dari
hospitalisasi biasanya berupa cemas, rasa kehilangan, dan takut akan tindakan
yang dilakukan oleh pihak rumah sakit, jika masalah tersebut tidak diatasi maka
akan mempengaruhi perkembangan psikososial, terutama pada anak-anak. Masalah tersebut akan berpengaruh pada
pelayanan keperawatan yang akan diberikan, karena yang mengalami masalah
psikososial akibar hospitalisasi cenderung tidak dapat beradaptasi dengan
lingkungan di rumah sakit. Hal ini tentu saja akan menyebabkan terganggunya
interaksi baik dari perawat maupun tim medis lain di rumas sakit.
Untuk mencegah supaya masalah
hospitalisasi teratasi maka peran perawat adalah tetap memberikan dukungan (support) dan dorongan kepada klien yang
efektif agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan tetap menjaga
kepercayaan klien agar klien tidak merasa takut akan tindakan yang akan
dilakukan oleh perawat. Selain
itu perawat juga berperan sebagai promotif
yang memberikan pandangan pada keluarga agar selalu setia mendampingi
dan memberi perhatian lebih pada klien yang sedang menjalani perawatan di rumah
sakit. Hal ini menjadi salah satu pendukung karena kehadiran orang terdekat
dapat mengurangi rasa cemas maupun jenuh selama klien mengalami perawatan.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan dari
penyusunan makalah ini adalah agar mahasiswa mampu mengetahui asuhan
keperawatan pada klien yang mengalami hospitalisasi
2. Tujuan Khusus
a.
Menjelaskan
konsep dasar hospitalisasi
b.
Mengidentifikasi
asuhan keperawatan pada klien hospitalisasi secara teoritis
C. Ruang lingkup penulisan
Ruang lingkup dari penulisan makalah
ini, yaitu asuhan keperawatan pada klien dengan hospitalisasi yang mencakup
konsep dasar dan asuhan keperawatan hospitalisasi secara teoritis
D. Metode Penulisan
Metode penulisan
pada makalah ini dengan metode deskriptif dan melalui pengumpulan literatur
dari berbagai sumber. Dalam penyampaian ini kami menggunakan metode presentasi
supaya audient dapat dengan mudah mencerna materi ini
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada makalah ini yaitu :
Bab I : Pendahuluan
yang terdiri dari latar belakang, tujuan, metode penulisan, dan sistematika
Penulisan.
Bab II : Tinjauan Teoritis tentang
konsep dasar hospitalisasi,
dan asuhan keperawatan pada
klien dengan hospitalisasi secara teoritis .
BAB III : Penutup terdiri dari Kesimpulan dan Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN
TEORITIS
A.
Konsep Dasar Hospitalisasi
Pada
bab ini penulis akan membahas dan menjelaskan tentang gangguan psikososial yang
diakibatkan oleh proses hospitalisasi. Penjabarannya adalah sebagai berikut.
1. Pengertian
Hospitalisasi
merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat,
mengharuskan klien untuk tinggal dirumah sakit, menjalani terapi dan perawatan
sampai pemulangannya kembali kerumah. Selama proses tersebut anak dan orang tua
dapat mengalami berbagai kejadian yang menurut beberapa penelitian ditunjukkan
dengan pengalaman yang sangat traumatic dan penuh dengan stress, ( Supartini,
2004 hal : 188 ).
Hospitalisasi
merupakan pengalaman yang penuh tekanan, utamanya karena perpisahan dengan
lingkungan normal dimana orang lain berarti, seleksi perilaku koping terbatas,
dan perubahan status kesehatan ( Potter & Perry, 2005, hal : 665 )
Berbagai
perasaan yang sering muncul pada anak, yaitu : cemas, marah, sedih, takut, dan
rasa bersalah ( Wong, 2000, dalam Supartini, 2004, hal : 188 ). Perasaan tersebut dapat timbul karena
menghadapi sesuatu yang baru dan belum pernah dialami sebelumnya, rasa tidak
aman dan tidak nyaman, perasaan kehilangan sesuatu yang biasa dialaminya dan
sesuatu yang dirasakan menyakitkan. Tidak hanya anak, orang tua juga mengalami
hal yang sama. (Supartini, 2004 hal : 188 ).
Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa orang tua mengalami kecemasan yang tinggi saat
perawatan anaknya dirumah sakit walaupun beberapa orang tua juga dilaporkan
tidak mengalami karena perawatan anak dirasakan dapat mengatasi permasalahannya
(Hallstrom dan Ellander, 1997. Brewis,
E. 1995, dalam Supartini 2004: 188 ).
Apabila
anak stress selama dalam perawatan, orang tua menjadi stress pula, dan stress
orang tua akan membuat tingkat stress anak semakin meningkat ( Supartini, 2004
hal : 188 ).
Anak
adalah bagian dari kehidupan orang tuanya sehingga apabila ada pengalaman yang
mengganggu kehidupannya maka orang tua pun merasa sangat stress ( Brewis ,1995,
dalam Supartini hal : 188 ).
Proses
hospitalisasi dapat menimbulkan trauma atau dukungan, bergantung pada
institusi, sikap keluarga dan teman, respon staf, dan jenis penerimaan masuk
rumah sakit. ( Stuart, 2007, hal :102 )
Jadi,
dapat disimpulkan bahwa hospitalisasi ini merupakan perawatan yang dilakukan
selama dirumah sakit dimana terdapat rasa penekanan akan sesuatu yang baru dan
belum bisa menerima keadaan dan hospitalisasi juga dapat menimbulkan rasa tidak
nyaman serta stress yang bisa dialami oleh klien maupun keluarga.
2.
Macam – macam hospitalisasi
Macam-macam
hospitalisasi adalah menurut Lyndon (1995, dikutip oleh Supartini 2004, hal
189),, Sebagai berikut :
a. Hospitalisasi Informal
Perawatan dan
pemulangan dapat diminta secara lisan, dan pasien dapat meninggalkan tempat
pada tiap waktu, bahkan jika menentang dengan nasehat medis. Sebagian besar
pasien medis dan bedah dirawat secara informal.
b. Hospitalisasi Volunter
Hospitalisasi volunter
memerlukan permintaan tertulis untuk perawatan dan untuk pemulangan. Setelah
pasien meminta pulang, dokter dapat mengubah hospitalisasi volunter menjadi
hospitalisasi involuter.
c. Hospitalisasi Involunter
Hospitalisasi
Involunter adalah sangat membatasi otonomi dan hak pasien. Keadaan ini tidak
memerlukan persetujuan pasien dan
seringkali digunakan untuk pasien yang berbahaya bagi dirinya sendiri dan orag
lain. Hospitalisasi Involunter memerlukan pengesahan (sertifikasi) oleh
sekurang-kurangya dua dokter; pengesahan dapat berlaku sampai 60 hari dan dapat
diperbaharui. Keadaan ini mungkin diminta oleh pegadilan sebagai jawaban atas
permohonan dari rumah sakit atau anggota keluarga.
d. Hospitalisasi Gawat Darurat
Hospitalisasi Gawat
Darurat (sementara atau persetujuan satu orang dokter) adalah bentuk yang mirip
dengan komitmen involunter yang memrluka pengesahan atau sertifikasi hanya oleh satu orang
dokter; pengesahan berlaku selama 15 hari. Pasien harus diperiksa oleh dokter
kedua dalam 48 jam untuk menegakkan perluya perawatan gawat darurat. Setelah 15
hari, pasien harus dipulangkan, diubah menjadi status involunter, atau diubah
menjadi status volunter.
3.
Rentang Respon hospitalisasi
Menurut
Supartini ( 2004, hal : 189 ), berbagai macam perilaku yang dapat ditunjukkan
klien dan keluarga sebagai respon terhadap perawatannya dirumah sakit, sebagai
berikut :
a. Reaksi anak terhadap hospitalisasi
Setelah
dikemukan diatas, anak akan menunjukkan berbagai perilaku sebagai reaksi
terhadap pengalaman hospitalisasi. Reaksi tersebut bersifat individual, dan
sangat bergantung pada tahapan usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya
terhadap sakit, system pendukung yang tersedia, dan kemampuan koping yang
dimilkinya, pada umumnya, reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan karena
perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh, dan rasa nyeri. Berikut ini reaksi
anak terhadap hospitalisai sesuai dengan tahapan perkambangannya .
1) Masa bayi ( 0 – 1 tahun )
Masalah
utama terjadi adalah karena dampak dari perpisahan dengan orang tua sehingga
ada gangguan pembentukkan rasa percaya dan kasih sayang. Pada anak usia lebih
dari 6 bulan terjadi stranger anxiety
atau cemas atau cemas apabila berhadapan dengan orang yang tidak dikenalnya dan
cemas karena perpisahan. Reaksi yang sering muncul pada anak ini adalah
menangis, marah, dan banyak melakukan gerakan sebagai sikap stranger anxiety.
2)
Masa
todler ( 2-3 tahun )
Anak usia todler bereaksi terhadap
hospitalisasi sesuai dengan sumber stresnya. Sumber stress yang utama adalah
cemas akibat perpisahan. Respon perilakunya sesuai dengan tahapannya :
a)
Tahap
protes, perilaku yang ditunjukkan adalah menangis kuat, menjerit memanggil orang
tuanya dan menolak perhatian yang diberikan oleh orang lain.
b)
Tahap
putus asa, perilaku yang ditunjukan adalah menagis berkurang, anak tidak aktif,
kurang menunjukan minat untuk bermain dan makan, sedih, dan apatis
c)
Tahap
pengingkaran, perilaku yang ditunjukan adalah secara samar mulai menerima
perpisahan, membina hubungan secara dangkal, dan anak mulai terlihat menyukai
lingkungannya.
3)
Masa
prasekolah ( 3-6 tahun )
Perawatan anak dirumah sakit memaksa anak
untuk berpisah dari lingkungan yang dirasakannya aman, penuh kasih sayang, dan
menyenangkan, yaitu lingkungan rumah, permainan, dan teman sepermainannya.
Reaksi terhadap perpisahan yang ditunjukan anak usia prasekolah adalah dengan
menolak makan, sering bertanya, menangis walaupun secara perlahan, dan tidak
kooperatif terhadap tenaga kesehatan, perawatan dirumah sakit mengakibatkan
anak kehilangan control terhadap dirinya
4)
Masa
sekolah (6-12 tahun )
Perawatan dirumah sakit memaksa anak untuk
berpisah dengan lingkungan yang dicintainya, yaitu keluarga dan terutama pada
kelompok sosialnya yang dapat menimbulkan kecemasan. Kehilangan control juga
terjadi akibat dirawat dirumah sakit karena adanya pembatasan aktivitas.
Kehilangan control tersebut berdampak pada perubahan peran dalam keluarga, anak
kehilangan kelompok sosialnya karena ia biasa melakukan kegiatan bermain atau
pergaulan social, perasaan takut mati, dan adanya kelemahan fisik.
5)
Masa
remaja (12 – 18 tahun )
Perawatan dirumah sakit menyebabkan
timbulnya rasa cemas karena harus berpisah dengan teman sebayanya. Telah
diuraikan pada kegiatan belajar sebelumnya bahwa anak remaja begitu percaya dan
sering kali terpengaruh oleh kelompok sebayanya (geng). Apabila harus dirawat
dirumah sakit anak akan merasa kehilangan dan timbul perasaan cemas karena perpisahan
tersebut. Pembatasan aktivitas dirumah sakit membuat anak kehilangan control terhadap
dirinya dan bergantung pada keluarga atau petugas kesehatan dirumah sakit.
Reaksi yang sering muncul pada terhadap pembatasan aktivitas ini adalah menolak
perawatan atau tindakan yang dilakukan padanya atau anak tidak mau kooperatif
dengan petugas kesehatan atau menarik diri dari keluarga, sesama pasien dan
petugas kesehatan ( isolasi ).
b.
Reaksi
keluarga terhadap hospitalisasi
Reaksi yang terjadi akibat pasien yang dirumah sakit adalah
sebagai berikut :
1) Perasaan cemas dan takut
a)
Rasa cemas paling tinggi dirasakan keluarga
pada saat menunggu informasi tentang diagnosis penyakit pasien (Supartini, 2000
dikutip oleh Supartini 2004 hal. 193)
b)
Rasa takut muncul pada keluarga
terutama akibat takut kehilangan pasien pada kondisi sakit yang terminal
(Brewis, 1995 dikutip oleh Supartini 2004 hal. 193).
c)
Perilaku yang sering ditunjukan
keluarga berkaitan dengan adanya perasaan cemas dan takut ini adalah : sering
bertanya atau bertanya tentang hal sama berulang-ulang pada orang yang berbeda,
gelisah, ekspresi wajah tegang dan bahkan marah (Supartini, 2000 dikutip oleh
Supartini 2004 hal. 193)
2) Perasaan sedih
Perasaan sedih yang dialami keluarga
menurut Supartini (2000, dikutip oleh Supartini, 2004 hal.193), adalah sebagai
berikut :
a)
Perasaan ini muncul terutama pada
saat pasien dalam kondisi terminal dan keluarga mengetahui bahwa tidak ada lagi
harapan bagi pasien untuk sembuh.
b)
Pada kondisi ini keluarga
menunjukkan perilaku isolasi atau tidak mau didekati orang lain, bahkan bisa
tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan.
3) Perasaan
frustrasi
Perasaan frustasi yang dirasakan
menurut Supartini (2004, hal. 193-194), adalah sebagai berikut :
a) Pada
kondisi pasien yang telah dirawat cukup lama dan dirasakan tidak mengalami
perubahan serta tidak adekuatnya dukungan psikologis yang diterima keluarga,
baik dari keluarga maupun kerabat lainnya maka keluarga akan merasa putus asa,
bahkan frustrasi.
b) Sering
kali keluarga menunjukkan perilaku tidak kooperatif, putus asa, menolak
tindakan, bahkan menginginkan pulang paksa. (Supartini, 2004).
4.
Manfaat hospitalisasi
Menurut
Supartini (2004, hal : 198) manfaat hospitalisasi, sebagai berikut :
a. Membantu perkembangan keluarga dan pasien dengan cara memberi
kesempatan keluarga
mempelajari reaksi pasien
terhadap stresor yang dihadapi selama perawatan di Rumah sakit
b. Hospitalisasi dapat dijadikan media untuk belajar. Untuk itu perawatan dapat memberi kesempatan pada keluarga untuk belajar tentang penyakit, prosedur, penyembuhan,
terapi, dan perawatan pasien.
c. Untuk meningkatkan
kemampuan kontrol diri dapat dilakukan dengan memberi kesempatan pada pasien mengambil keputusan, tidak terlalu bergantung pada orang lain dan percaya
diri. Berikan
juga penguatan yang positif dengan selalu memberikan pujian atas kemampuan
klien dan keluarga dan dorong terus untuk meningkatkannya
d. Fasilitasi klien untuk tetap menjaga
sosialisasinya dengan sesame klien yang ada, teman sebaya atau teman sekolah.
Berikan kesempatan padanya untuk saling
kenal dan membagi pengalamannya. Demikian juga interaksi dengan petugas
kesehatan dan keluarga harus difasilitasi oleh perawat karena selama dirumah
sakit klien dan keluarga mempunyai kelompok yang baru
5.
Dampak Hospitalisasi
Menurut Asmadi (2008, hal : 36) secara umum
hospitaisasi menimbulkan dampak pada lima aspek,yaitu privasi,gaya
hidup,otonomi diri,peran,dan ekonomi.
a.
Privasi
Privasi
dapat diartika sebagai refleksi perasaan nyaman pada diri seseorang dan
bersifat pribadi. Bisa dikatakan,privasi adalah suatu hal yang sifatnya
pribadi. Sewaktu dirawat di rumah sakit klien kehilangan sebagian privasinya.
b.
Gaya Hidup
Klien
yang dirawat di rumah sakit seringkali mengalami perubahan pola gaya hidup. Hal
ini disebabkan oleh perubahan situasi antara rumah sakit dan rumah tempat
tinggal klien. Juga oleh perubahan kondisi kesehatan klien. Aktifitas hidup
yang klien jalani sewaktu sehat tentu berbeda aktifitas yang dijalaninya di
rumah sakit. Apalagi jika yang dirawat adalah seorang pejabat.
c.
Otonomi
Seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya,individu yang sakit dan dirawat di rumah sakit
berada dalam posisi ketergantungan. Artinya ia akan “pasrah” terhadap tindakan
apa pun,yang dilakukan oleh petugas kesehatan demi mencapai keadaan sehat. Ini
menunjukkan bahwa klien yang dirawat di rumah sakit,akan mengalami peruahan
otonomi.
d.
Peran
Peran
dapat diartikan sebagai seperangkat perilaku yang diharapkan oleh individu
sesuai dengan status sosialnya. Jika ia seorang perawat,peran yang
diharapkannya adalah peran sebagai perawat,bukan sebagai dokter. Perubahan
terjadi akibat hospitalisasi ini tidak hanya berpengaruh pada individu,tetapi
juga pada keluarga. Perubahan yang terjadi antara lain :
1)
Perubahan peran
Jika
salah seorang anggota keluarga sakit,akan terjadi perubahan peran dalam
keluarga.
2)
Maslah keuangan
Keuangan
keluarga akan terpengaruh oleh hospitalisasi,keuangan yang sedianya ditujukan
untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga akhirnya digunakan untuk keperluan
klien yang dirawat.
3)
Kesepian
Suasana
rumah akan berubah jika ada salah seorang anggota keluarga dirawat. Keseharian
keluarga yang biasanya dihiasi dengan keceriaan,kegembiraan,dan senda
gurau,anggotanya tiba-tiba diliputi oleh kesedihan.
4)
Perubahan kebiasaan sosial
Keluarga
merupakan unit terkecil dari masyarakat. Karenanya, keluarga pun mempunyai
kebiasaan dalam lingkup sosialnya. Sewaktu sehat, keluarga mampu berperan serta
dalam kegiatan sosial. Akan tetapi, saat salah seorang anggota keluarga sakit,
keterlibatan keluarga dalam aktivitas sosial dimasyarakat pun mengalami
perubahan.
6.
Mengatasi dampak hospitalisasi
Menurut Supartini (2004, hal. 196),
cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi dampak hospitalisasi adalah sebagai
berikut :
a. Upaya meminimalkan stresor :
Upaya meminimalkan stresor dapat dilakukan dengan cara
mencegah atau mengurangi dampak perpisahan, mencegah perasaan kehilangan
kontrol dan mengurangi/ meminimalkan rasa takut terhadap pelukaan tubuh dan
rasa nyeri
b. Untuk mencegah/meminimalkan dampak perpisahan dapat
dilakukan dengan cara :
1)
Melibatkan keluarga berperan aktif
dalam merawat pasien dengan cara membolehkan mereka tinggal bersama pasien
selama 24 jam (rooming in).
2)
Jika tidak mungkin untuk rooming
in, beri kesempatan keluarga untuk melihat pasien setiap saat dengan maksud
mempertahankan kontak antar mereka.
3)
Modifikasi ruangan perawatan dengan
cara membuat situasi ruangan rawat perawatan seperti di rumah dengan cara
membuat dekorasi ruangan.
B.
Asuhan Keperawatan Teoritis Klien Dengan
Hospitalisasi
1. Pengkajian
a.
Pada pengkajian biodata atau identitas
klien dapat kita kaji meliputi: Nama, Umur, Jenis kelamin (L/P), Nomor CM, Ruang
rawat, Tanggal masuk MRS.
b.
Penanggung Jawab klien
meliputi: Orag tua, Wali, atau,Orang
lain
c.
Faktor predisposisi
1)
Tanyakan riwayat penyakit masa lalu
klien yang pernah diderita dan trauma yang pernah dialami seperti aniaya fisik,
aniaya sexual, penolakan, kekerasan dalam keluarga, tindakan kriminal, dan
lain-lain, sehingga menyebabkan dia harus masuk rumah sakit atau hospitalisasi
dan juga tanyakan pengobatan seperti apa yang pernah dilakukan klien.
2)
Kemudian tanyakan pada klien apakah didalam anggota keluarganya ada yang mengalami gangguan jiwa.
3)
Kaji juga pengalaman yang tidak
menyenangkan yang pernah dialami oleh klien.
d. Pemeriksaan
fisik
1) Tanda
Vital meliputi: tekanan darah, nadi, suhu, dan respirasi.
2) Ukur berat badan dan tinggi badan.
3) Perkembangan
Bertujuan untuk mengidentifikasikan tingkat perkembangan
saat ini dan keterampilan yang dicapai
e. Observasi
respon terhadap hospitalisasi
Bertujuan untuk mengidentifikasikan perilaku koping saat ini
dan intesitas mereka.
f. Riwayat
penyakit, hospitalisasi dan perpisahan sebelumnya.
Bertujuan untuk mengidentifikasikan pola koping sebelumnya
dan pengaruh koping tersebut.
g. Riwayat
pengobatan
Bertujuan untuk mengidentifikasikan keseriusan masalah dan
pengaruhnya pada perkembangan kemampuan.
h. Persepsi
tentang penyakit.
Bertujuan untuk mengidentifikasikan pemahaman pasien saat
ini tentang penyakit dan alasan hospitalisasi.
i.
Sistem pendukung yang tersedia
Bertujuan untuk mengidentifikasikan tersedianya dan
kesediaan keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan dan pemberian dukungan.
j.
Koping keluarga
Bertujuan untuk menggambarkan kemampuan keluarga apakah
memperlihatkan perilaku distruktif yang jelas atau terselubung atau juga
menunjukkan adaptasi merusak terhadap stressor.
k. Ketakutan,
kecemasan dan kesedihan keluarga
Bertujuan untuk mengidentifikasikan apakah keluarga
mengalami suatu perasaan gangguan fisiologis ataupun emosional yang berhubungan
dengan suatu sumber yang dapat diidentifikasi yang dirasakan membahayakan
pasien saat dirawat dihospitalisasi.
2. Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat diangkat berdasarkan Perry
& Potter (2002, hal. 670), adalah sebagai berikut :
a. Ketakutan
berhubungan dengan lingkungan rumah sakit yang menakutkan dan perpisahan dengan
keluarga.
b. Ketidakefektifan
koping individu berhubungan dengan sistem pendukung yang tidak adekuat
Sedangkan
diganosa keperawatan yang dapat diangkat menurut Lynda Juall Carpenito (1998,
hal. 9-14 & hal. 112-114), adalah sebagai berikut :
a. Ansietas
berhubungan dengan kehilangan orang terdekat aktual atau yang dirasakan
sekunder terhadap; perpisahan sementara.
b. Kurang
aktivitas berhubungan dengan perawatan dirumah sakit dalam waktu lama.
3. Rencana
Keperawatan
Rencana asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa Perry &
Potter (2002, hal. 670), adalah sebagai berikut :
a. Ketakutan
berhubungan dengan lingkungan rumah sakit yang menakutkan dan perpisahan dengan
keluarga.
1) Tujuan
:
Pasien akan mengatasi secara efektif rasa takut yang
dihubungkan dengan hospitalisasi.
2) Kriteria
Hasil :
a) Salah
satu dari keluarga tetap tinggal bersama pasien
b) Keluarga
ikut berpartisipasi dalam pemberian makan, kebersihan dan kegiatan pasien
sehari-hari.
3) Intervensi
& Rasional :
a) Beri
dorongan kepada keluarga untuk menetap kedalam ruangan dengan pasien atau
meminta anggota keluarga lain untuk bersama pasien.
Rasional : Keluarga dapat memberikan rasa aman dan mencegah
dari perkembangan dari ketidakpercayaan.
b) Tanyakan
kepada keluarga bagaimana mereka berharap untuk berpartisipasi dalam perawatan
pasien
Rasional : Untuk mengurangi kecemasan dan ketakutan keluarga
maupun pasien
c) Orientasikan
keluarga pada divisi, suplai dan lingkungan keperawatan
Rasional : Lingkungan yang asing akan mengancam kepercayaan
keluarga dan menimbulkan kelemahan terhadap layanan keperawatan yang diberikan.
b. Ketidakefektifan
koping individu berhubungan dengan sistem pendukung yang tidak adekuat.
1) Tujuan dan Kriteria Hasil :
a) Mengidentifikasikan
respons-respons yang membahayakan atau mengabaikan
b) Mengungkapkan
kebutuhan akan bantuan dalam mengatasi situasi
c) Menghubungi
sumber-sumber komunitas yang tersedia.
2) Intervensi
& Rasional :
a)
Terima perilaku agresif
Rasional : Perilaku awal yang nyaman memberikan rasa aman
b) Jelaskan
kepada keluarga bahwa perilaku ini normal
Rasional : Penjelasan akan membuat keluarga tahu bahwa ini
adalah perilaku koping
c) Berikan
kesempatan kepada pasien untuk keluar menghilangkan rasa takut dan perasaannya.
Rasional : Media ini merupakan cara pasien untuk
mengekspresikan perasaan dari dalam.
Sedangkan rencana asuhan keperawatan
berdasarkan diagnosa Lynda Juall Carpenito (1998, hal. 9-14 & hal.112 -114),
adalah sebagai berikut :
a.
Ansietas berhubungan dengan
kehilangan orang terdekat aktual atau yang dirasakan sekunder terhadap;
perpisahan sementara.
1)
Tujuan dan Kriteria Hasil
a) Menggambarkan
ansietas dan pola kopingnya
b) Menghubungkan
peningkatan psikologi dan kenyamanan fisiologis
c) Menggunakan
mekanisme koping yang efektif dalam menangani ansietas, seperti yang
ditunjukkan.
2) Intervensi
dan Rasional
a) Kaji
ansietas : ringan, sedang, berat, panik
b) Memberikan
kenyamanan dan ketentraman hati
c) Singkirkan
stimulasi yang berlebihan, batasi kontak dengan orang lain atau keluarga yang
juga mengalami cemas
d) Bantu
klien yang sedang marah: identifikasi adanya marah.
e) Bila
berkenan, berikan aktivitas yang dapat mengurangi ketegangan.
b. Kurang
aktivitas berhubungan dengan perawatan dirumah sakit dalam waktu lama.
1) Tujuan
dan Kriteria Hasil
a) Menceritakan
perasaan bosan dan mendiskusikan metode tentang cara menemukan aktivitas yang
dapat menghibur
b) Menceritakan
metode koping dengan perasaan marah atau defresi yang disebabkan oleh kebosanan
c) Melaporkan
adanya suatu peningkatan dalam aktivitas yang menyenangkan
2) Intervensi
dan Rasional
a) Rangsang
motivasi dengan memperlihatkan minat dan mendorong untuk dapat saling berbagi
perasaan-perasaan dan pengalaman-pengalaman
b) Bantu
individu untuk mengatasi perasaan-perasaan marah dan berduka
c) Libatkan
individu dalam merencanakan rutinitas sehari-hari
d) Rencanakan
waktu untuk para pengunjung.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Hospitaliasi merupakan hal yang
tidak menyenangkan bagi pasien dan keluarga karena disana mereka akan berpisah
dan perpisahan tersebut dapat menyebabkan adanya kekhawatiran, kecemasan dan
ketakutan dari kedua belah pihak baik itu keluarga maupun pasien itu sendiri.
Harus diingat juga bahwa apabila pasien stress selama dalam perawatan, keluarga
menjadi stress pula, dan stress keluarga akan membuat tingkat stress pasien
semakin meningkat karena pasien adalah bagian dari kehidupan keluarga nya
sehingga apabila ada pengalaman yang mengganggu kehidupannya, keluarga pun
merasa sangat stress. Dengan demikian, perawatan tidak hanya berfokus pada
pasien, tetapi juga pada keluarga.
Apabila perawat sudah memahami
dampak dan akibat dari hospitalisasi maka hendaknya kita sudah mengantisipasi
dengan cara memberikan koping yang positif kepada pasien dan keluarga agar
tidak terjadi hal-hal seperti diatas. Dan tidak hanya itu, apabila sudah
mengalami tanda-tanda diatas maka yang seharusnya dilakukan adalah dengan
mengatasi stress, ansietas, ketakutan dan bahkan kesedihan yang dialami pasien
dan keluarga.
B.
SARAN
Berdasarkan
kesimpulan diatas, maka penyusun mengambil saran dalam rangka meningkatkan
pelayanan asuhan keperawatan. Saran-saran adalah sebagai berikut :
1.
Untuk Keluarga
Apabila sudah mengetahui dan memahami akibat yang akan
dilakukan oleh pasien akibat hospitalisasi, maka sebagai orang terdekat dengan
pasien harus memberikan support dan
dorongan yang efektif kepada pasien agar tidak terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan.
2.
Untuk
Perawat
Bagi seorang perawat sebaiknya harus memahami dan
mengerti baik secara teoritis maupun praktek tentang hospitalisasi agar dapat
menerapkan dan memberikan pelayanan yang efektif kepada pasien dan keluarga
yang mungkin mengalami stress, cemas, takut, sedih dan bahkan marah
3.
Untuk Rumah
Sakit
Bagi rumah
sakit hendaknya mendekorasi ruangan rumah sakit dengan seindah mungkin agar
pasien tidak merasa takut dan gelisah berada dirumah sakit serta agar pasien
merasa nyaman berada dirumah sakit sehingga hal yang tidak diinginkan tidak
terjadi..
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi, 2008. Konsep Dasar Keperawatan.
Jakarta : EGC
Carpenito, Lynda Juall. (1997). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 6. Jakarta:
EGC
Perry & Potter.(2002). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4. Jakarta:
EGC
Stuart, Gail W. 2007. Buku Saku Keperawatan
Jiwa. Edisi 5. Jakarta : EGC.
Supartini, Yupi. (2004). Konsep Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
COMMENTS